Minggu, 18 Juni 2017

Rumah ke-17



Sebelumnya, tak pernah terbayangkan sama sekali akan tinggal di sebuah rumah bedeng berderet. Terpaksa. Selain karena sudah mepet Ramadhan, kondisi suami memang sedang tidak kondusif setelah jatuh sakit karena muter-muter nyari kontrakan juga. 'Ala kulli hal, Alhamdulillah. Setidaknya kami bisa berkumpul sekeluarga, setelah beberapa bulan berpisah.
Sepanjang usia pernikahan kami yang memasuki tahun ke sembilan, Allah mentakdirkan kami belum bisa juga memiliki rumah pribadi. Yup, rumah sendiri yang memungkinkan aku bisa mendekornya sesuai dengan selera. Dengan taman-taman melati dan bunga warna-warni di bawah jendela. Dengan kebbun buah dan bumbu di samping dapur. Dengan tempat jemuran di bagian atasnya dan kamar kerja serta kamar anak di lantai atas yang dindingnya dicat dengan warna-warna ceria. Ahh.. belum kesampaian.
Sempat dua kali mencoba mencicil rumah. Keduanya berlokasi di Batam. Yang pertama, diambil ketika masih di tahun pertama pernikahan. Lokasinya di Graha Nusa Batam. Masih cicilan DP ketika tiba-tiba suami jatuh sakit yang cukup serius. entah apa yang dilihatnya dalam mimpi kritisnya, setelah stabil kondisinya, beliau ngotot membatalkan rumah itu. Uang DP yang sudah masukpun hangus. Lumayan, nyaris 10 kali gaji pokok suami waktu itu sebagai seorang guru. Belum rejeki.
Rumah yang kedua, di Darussalam Tanjung Piayu. Tanpa bank, tanpa riba. berbekal tsiqoh dan harapan akan keridhoan Allah, serta niat syiar. Masih cicilan DP juga, namun yang ini besarannya sudah lumayan. Tambah beberapa duit lagi, bisa buat ONH atau ongkos umroh berdua. Qodarulloh, belum rejeki juga. Pengembang dan marketingnya kisruh, dan setoran dana yang sudah masuk digelapkan oleh marketingnya. Kasus berhujung di pengadilan. Walaupun sidang pengadilan memenangkan gugatan konsumen, namun tipisharapan uang kembali. Sementara, lokasi yang kami pilih, masih berupa lahan yang mungkin sekarang sudah menyemak.
"Uang bisa dicari, ikhlaskan," begitu kata suami.
Mudah diucapkan, tapi susah dipraktekkan. Secara ikhlas itu butuh perjuangan. Semoga kelak Allah mengganti dengan yang lebih baik, entah dari mana, kelak. Aamiin.

Jadilah, hingga hari ini, kami masih menjadi kontraktor.
Dari semua kontrakan kami, tidak semua rumah ditinggali dalam waktu lama. Ada yang hitungan bulan, tahun, namun ada juga yang cuma hitungan hari, hehe.
Tempat tinggal pertama kami setellah menikah adalah di blok Y Permata Puri. Rumah kontrakan milik bu Enik. Sekitar 4 bulan kami tinggal di sana. Namun karena agak-agak angker, kami memutuskan pindah. Soalnya sering mimpi seram, walaupun sudah berdoa. Apalagi sedang hamil saat itu. Khawatir dengan perkembangan janinnya.

Rumah kedua yang ditinggali adalah markas oase. Masih di Permata Puri di samping Masjid Al Muhajirin. Blok VV tepatnya. Rumah milik Pak Jamil ayahne Zidan ini sebenarnya sudah cukup lama kutinggali. Tahun 2006, aku menyewanya untuk tempat les sempoa, calistung dan bahasa Inggris. Masa gadis, tinggal di sini bareng So Irva, Rina, lalu ada Liza, Yuni, Erma yang juga sempat tinggal di sini.

Tak sampai 2 bulan tinggal di sini. karena pemilik rumah mau menempati kembali rumahnya, kami terpaksa mencari kontrakan lain. Padahal, itu pohon mangga dan kolam ikan di belakang rumah ini sangat membuat nyaman untuk melepas penat. Rumahnya luas dan lega. hanya saja saluran air sering mampet.
Di rumah ini juga, kami pernah mengalami kebanjiran parah selama tinggal di batuaji, dan terpaksa mengungsi dan menimba air dari dalam rumah ketika banjir surut. Peristiwa ini berrhampiran waktunya dengan gempa Jogja yang memakan banyak korban, dan salah satunya ternyata adalah calon abinya anak-anak, hehe.

Rumah ketiga di Rindang Villa, bertetangga dengan bu Erika. Tinggal bertiga dengan So Irva. Rumah ini berkamar 3, namun kurang terrasa nyaman. Di sini pun hanya sekitar 3 bulan dan akhirnya memutuskan ppindah lagi.

Rumah ke empat di Blok G No. 10 Rindang Garden. Rumah milik pak Ahmad. Alhamdulillah lebih terang, lebih nyaman dan baru direnovasi. Di sini kami masih tinggal bersama So Irva. Mazaya pun lahir ketika kami tinggal di sini. Banyak kenangan, tentang pahit-manisnya kehidupan. Lebih setengah tahun di sini, kemudian pindah ke Genta I, karena si Mang Yayan dan Abi berencana untuk buka usaha.

Rumah di Genta 1 terletak di blok W nomer 5. Saat ini kawasan ini sudah jadi tempat usaha. Aku disini cuma sebulan karena harus berangkat ke Jogja untuk menempuh studi S2 di Kimia UGM. Yang lain, tinggal di sana hingga 6 bulan. So menikah dan Abi Mazaya, menyusulku ke Jogja beberapa waktu setelah Irsyad lahir.

Bulan-bulan pertama di Jogja, aku tinggal di Islamic Boarding House, Annida yang terletak di Jakal Km 5.5. 6 bulan tinggal di sini. Suasananya nyaman dan teman-temannya semuanya akhwat kecuali Pak Totok dan Maulana kecil. Masa-masa awal Aya dan Irsyad bayi, dihabiskan di sini. Inilah rumah ke-6 kami, hehe.
Oya, sebelumnya, sempat numpang transit di Gedong Kuning di rumah Mas Ridwan dan Mbak Indah, serta di pondoknya Pak dokter Maftuh dekat Amplaz, ketika baru datang serta masa-masa belum dapat kontrakan.

Selanjutnya, setelah Abi Aya datang ke Jogja, kami pindah ke Potorono, Bantul, di rumah bude Ipah dan Pak Hardy (alm). Inilah rumah ke-7 kami. Bude sangat baik, begitu jug si Mbok dan keluarganya. Kami menempati satu kamar depan. Masa itu, pak de Hardy masih bertugas di luar negeri. Jadi di rumah hanya bertiga dgn anak-anak dan 1 keponakannya yg putri.

Selanjutnya kami pindah ke Sleman. Menyewa sebuah rumah dekat sekolah, untuk 3 bulan. Namun rumah ke-8 ini tak sampai seminggu kami tinggali, karena berisik. Di depan sekolah ada sanggar tempat latihan gamelan. bayi Irsyad tak bisa tidur dan akupun merasa terganggu. Akhirnya kami memutuskan untuk pindah lagi. Alhamdulillah, yang punya kontrakan mau mengembalikan uang sewa bulan berikutnya yang sudah kami bayarkan.

Rumah ke-9 terletak di Dusun Kronggahan, Sleman. kami tinggal di rumah baru, yang benar-benar baru jadi. dan cantik. Rumah milik pak Yanto dan bu Yanti yang dikopel jadi satu. kami tinggal di bagian belakang, supaya ada dapur dan tempat cucinya. Maklum, punya 2 batita, jadi banyak urusan dengan dapur dan sumur.
Di samping rumah ada sungai. Jadi mbah yang punya rumah membuatkan pagar bambu di sekeliling rumah untuk membantu menjaga keselamatan anak-anak. Namun, faktanya si Aya pernah kecebur juga di sungai itu.
Rumah ini halamannya luas dan ada beberapa pohon buah. Di rumah ini kami menanam beberapa biji bunga-bungaan hingga ia berbunga, cantik. Kami di sini hingga 6 bulan.

Rumah ke-10 masih di kampung yang sama, hanya saja agak lebih ke arah jalan, dan lebih murah. Haha, maklum kantong mahasiswa. Pemilik rumah tinggal di luar kota. Di sini kami merrasakan hiruk-pikuk letusan merapi tahun 2010. 3 bulan kami di rumah ini dengan segala dinamikanya. Mabok, karena hamil Umar dan riuh-rendah ngurusi 2 bocah yang sanagat aktif.

Selanjutnya kami pindah ke Sekarsuli, Berbah. Rumah berkamar 3 milik Pak Yuri, cukup besar untuk kami tinggali berlima dengan bayi Umar. Hanya saja, lingkungannya berisik karena banyak perajin aluminium-kaleng yang beraktifitas setiap hari. Disinilah kami tinggal paling lama selama di Jogja. Lebih kurang 1,5 tahun. Selanjutnya kami pulang ke Batam di pertengahan tahun 2012.

Rumah ke-12 yang kami tempati adalah rumah pak Bambang, seorang teman guru yang sama-sama dulu mengajar di Hidayatulloh Batam. Bertempat di GNB Blok H. kami transit di sini tak sampai satu bulan. Judulnya numpang, karena pemiliknya tinggal di Jogja dan rumahnya tak dihuni. Pengalaman berrkesannya, si Aya nyebur di parit besar depan rumah, hehe.

Selanjutnya kami pindah ke Merapi subur di blok I. Rumah milik bu Meri, orang Padang. Suaminya orang palembang alumni Poltek Sriwijaya. Inilah rumah ke-13 yang kami huni hanya sekitar 2 bulan. Seorang ibu hamil yang sudah lama mengincar dan ngidam pengen tinggal disitu mengajak bertukar rumah. katanya, dia sudah booking rumah itu lebih dulu saat di renovasi, Dan suamiku tidak tega. Rumah yang kami tinggali itu di lepas ke ibu yang ngidam ngontrak di rumah tsd. See? Betapa baik hatinya Abi Mazaya sampai rela pindah kontrakan demi mengabulkan keinginan seorang ibu hamil yang tak pernah kami kenal sebelumnya.

Next, kami tinggal di Puri Buana Indah Blok DD No.4. Perumahan sedikit mewah untuk level Buliang.. bertetangga dengan bu Ani dan Bu Muyassaroh. Disini sempat buka les-lesan sempoa dan pelajaran sekolah, namun kurang promosi jadi kurang ramai. Kurang lebih 3 bulan kami tinnggal disini, selanjutnya pindah ke Pemda 2.

Di Pemda 2, kami tinggal di Rumah Pak Muslim. pegawai Depag yang ditugaskan ke Pekanbaru. Rumahnya lega, dan langit-langitnya tinggi. Hampir setahun kami disini dengan segala dinamika punya 3 balita dan akhirnya menyadari bahwa ada calon pendatang baru. Dia adalah dek Utsman.
Utsman lahir saat kami masih tinggal di sini. Aslinya rumah ini nyaman. Sayangnya tetangga-tetangga yang renovasi dan menjadikan rumahnya sebagai kost-kostan untuk pekerja dan rata-rata yang ngontrak adalah orang Batak, membuat suasana tidak lagi nyaman. Sering kami adu kencang radio antara musik Batak atau lagu-lagu kebaktian dengan murottal yang disetel si Irsyad keras-keras.
Akhirnya rumah ini dibeli orang dan kamipun pindah lagi, hehe...

Kontrakan selanjutnya sebetulnya tak begitu jauh, namun dalam wilayah kelurahan yang berbeda. Kalau sebelumnya kami tinggal di Kelurahan Buliang, kini kami hijrah ke Bukit Tempayan. Masih Batuaji juga sih.
Rumahnya terletak di Muka Kuning Paradise Blok AA. Milik Bu Wiwik Wulandari. Rumah cantik berwarna hijau dengan pohon jambu air di depan rumah yang berbuah sepanjang tahun. Cukup terjangkau harganya dengan penghasilan Abi sebagai seorang guru. Di sini kami tinggal terlama. 3 tahun. walaupun tiap tahun kontrakan naik, yaa alhamdulillah masih bisa diusahakan.
Anak-anak tumbuh besar dan belajar bersosialisasi di sini. Lingkungan yang nyaman, dekat masjid, TK dan lapangan plus warung Mak Leon yang komplit dan buka pagi-pagi sangat mendukung aktivitas keseharian. Kehidupan mulai teratur, ekonomi membaik, tetangga yang peduli menjadi kesyukuran tersendiri. Anak-anak punya banyak teman dan kenangan di sini. Sampai hari itu tiba, dan kami harus pergi.

Surat kontrak sudah terbit, surat panggilan pengurusan visa juga sudah diterima. Maka akupun harus berrangkat untuk studi di Gombak. Harapannya, keluarga akan menyusul di semester berikutnya. namun, perubahan aturan keimigrasian di Malaysia membuyarkan harapan kami. satu semester berlalu, dan tidak ada titik terang, sehingga aku dan abinya (yang mau tidak mau harus setuju) memutuskan transit di Jogja.

And, here we are.
Kembali ke Jogja dan mengontrak sebuah rumah bedeng di Sekarsuli. Berdekatan dengan rumah kami dulu di tahun 2011. Rumah yang coba kusyukuri, karena inilah yang dapat diusahakan oleh suamiku dengan sisa-sisa kemampuan dan deadline waktu yang memungkinkan.

Beberapa ketidaknyamanan muncul dan kami mencoba berrsabar. Sambil berdoa, semoga kelak Allah berrikan kami rumah hunian yang lebih layak untuk tempat tinggal dan belajar.
Semoga saja. Aamiin.

Sekarsuli, 170617


Senin, 12 Juni 2017

INISIATIF

Subuh di Sekarsuli saat ini jam 4.27. Karena sudah mesti bangun sahur semenjak jam 3, maka menit-menit menjelang jam 6 pagi adalah puncaknya mengantuk.  Bisa dipastikan, di jam segitu mata terasa berat dan terkadang tanpa sadar sudah jatuh terlelap. Maka, melihat istrinya terkantuk-kantuk atau bahkan terlelap sambil bersandar, si Abi berinisiatif ngajak jalan-jalan pagi. Anak-anak senang, tapi istrinya ogah-ogahan....
Seringkali berangkat dengan setengah terpaksa.
Namun, pagi itu cuma berdua saja di rumah, karena anak-anak sudah lebih dulu keluar buat jalan pagi. Akhirnya, setelah menemukan si bungsu, bertiga keluar rumah pakai motor, jalan pagi sambil melihat-lihat kawasan seputaran sekolah anak-anak buat nyari tempat usaha.

Tanpa terasa sudah beranjak siang, akhirnya melewati beberapa pasar dan mini market, Ummi berinisiatif sekalian belanja beberapa keperluan. Apalagi si bungsu, sudah mulai mengeluh haus. Jadi singgah dulu buat beli air dan kue. Selanjutnya beranjak pulang, karena ingat belum dhuha juga.

Sampai di rumah, bergegas turun dari motor, melangkah ke teras, semerbak aroma lemon menguar dari dalam rumah. Ruangan licin, bersih dan kemas...
Ternyata si Kakak berinisiatif beres-beres rumah. Iyya, kakak yg baru 8 tahun itu...
Karpet keduanya tergulung, buku-buku dan mainan ditumpuk di satu sisi, piring kotor dan perlengkapan sisa sahur teronggok manis di tempat cuci piring. Lantai bersih mengkilat masih setengah basah hingga ke teras, dan wanginya semerbak...
Itu orangnya masih megang alat pel, namun wajahnya ceria walau terlihat lelah...
Si Ummi surprais... Biasanya ini anak agak susah dimintain tolong, kecuali kalo disuruh ke warung.
Dapat hadiah peluk dan cium, plus pujian dari Ummi, wajahnya sumringah...
Semoga gak cuma sekali ini saja ya Nak, bantunya, hehe...

Ramadhan 1438H