Jumat, 08 Desember 2017

Isu dan Fakta tentang Gelatin (4)

Bagian ini merupakan seri terakhir dari pembahasan tentang gelatin.
Di sini kita akan mengulas tentang metode dan alat deteksi gelatin.
Bagian sebelumnya tentang gelatin dapat dibaca di sinidi sini dan di sini.

Sebagaimana telah ditegaskan sebelumnya, setiap produk yang mengandung turunan babi tidak diizinkan untuk dikonsumsi oleh umat Islam. Oleh karena itu, keberadaan instrumen untuk mendeteksi gelatin babi mutlak diperlukan, sehingga dapat digunakan untuk menentukan status kehalalan suatu produk. Saat ini, pengembangan metode untuk deteksi dan karakterisasi gelatin babi telah dan masih terus dilakukan.

Beberapa teknik/metode yang telah digunakan untuk mendeteksi gelatin babi adalah sebagai berikut:
1. Metode Spektroskopi
Metode spektroskopi yang digunakan untuk deteksi gelatin meliputi spektroskopi massa (MS) dan spektroskopi infra merah (FTIR, ATIR). Penggunaan FTIR untuk deteksi dan karakterisasi gelatin telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (Cebi, Durak, Toker, Sagdic, & Arici, 2016; Kusumastuti et al., 2014; Hermanto, Sumarlin, & Fatimah, 2013). FTIR spectroscopy adalah teknik yang digunakan untuk menentukan fitur kualitatif dan kuantitatif dari molekul infrared aktif dari sampel padatan organik maupun inorganik, cairan atau gas. FTIR spectroscopy dapat digunakan untuk menganalisis berbagai bahan pangan seperti lemak hewani, coklat, kue serta biskuit untuk mendeteksi adanya bahan tidak halal berupa lemak babi (Muniroh, L, 2014). Grundy et al. (2016) menggunakan spektroskopi massa untuk autentikasi komersial gelatin sedangkan Zhang et al. (2009) menggunakan HPLC yang dikombinasikan dengan spektrometri massa untuk membedakan gelatin sapi dengan babi.

2. Metode berbasis protein
Metode berbasis protein meliputi elektroforesis dan ELISA.
Teknik elektroforesis untuk deteksi gelatin babi telah dilaporkan oleh Hermanto et al. (2013). Elektroforesis merupakan teknik pemisahan kimia yang didasarkan pada perbedaan muatan listrik dari senyawa-senyawa yang akan dipisahkan. Teknik ini umum digunakan untuk pemisahan asam-asam amino.
Azira et al. (2016) menggunakan teknik enzyme linked immune-sorbent assay (ELISA) untuk deteksi gelatin pada sampel sarang burung wallet. Teknik ini didasarkan pada reaksi antara antigen dan antibody dalam teknik ELISA yang dapat membantu menemukan bahan spesifik dari suatu protein babi. Teknik ELISA menggunakan antibody untuk mengisolasi komponen target yang dikombinasikan dengan radiokativitas atau perubahan warna berdasarkan enzim untuk menentukan jumlah senyawa dalam sampel.

3. Metode berbasis DNA
Metode PCR (Polymerase Chain Reaction) merupakan metode yang didasarkan pada deteksi molekul DNA. PCR dapat digunakan dalam produk mentah dan dimasak dan tidak terrpengaruh oleh proses pemanasan karena DNA tetap utuh dan stabil dengan pemanasan. Menurut Sepminarti, Wardani, & Rohman (2016), PCR merupakan suatu teknik yang ideal untuk deteksi turunan babi ditinjau dari sisi sensitifitas dan spesifisitasnya. Metode PCR untuk deteksi gelatin babi telah dilaporkan oleh Demirhan et al. (2012), Ali, Razzak, Bee, & Hamid (2014), Shabani et al. (2015) dan Sepminarti (2016). Teknik PCR merupakan teknik yang popular karena dapat mendeteksi DNA sapi dan babi dalam campuran gelatin, gelatin dalam produk pangan dan dalam cangkang kapsul (Shabani et al., 2015).

Berikut ini fitur beberapa instrumen yang dapat digunakan untuk mendeteksi gelatin.
Instrumen GC-MS

Instrumen FT-IR Spectroscopy


Namun metode-metode tersebut memerlukan instrumen yang canggih, tenaga dengan keahlian khusus, biaya yang relatif mahal dan harus dilakukan di laboratorium. Oleh karena itu, instrumen deteksi halal yang cepat namun akurat, murah, portable dan dapat dilakukan oleh siapa saja tetap perlu untuk dikembangkan.




Referensi


[1]   Ali, E., Razzak, A., Bee, S., & Hamid, A. (2014). Multiplex PCR in Species Authentication : Probability and Prospects — A Review, 1933–1949. https://doi.org/10.1007/s12161-014-9844-4
[2]   Cebi, N., Durak, M. Z., Toker, O. S., Sagdic, O., & Arici, M. (2016). An Evaluation of Fourier Transforms Infrared Spectroscopy Method for the Classification and Discrimination of Bovine, Porcine and Fish Gelatins. Food Chemistry, 190, 1109–1115. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2015.06.065
[3]  Grundy, H. H., Reece, P., Buckley, M., Solazzo, C. M., Dowle, A. A., Ashford, D., … Collins, M. J. (2016). A mass spectrometry method for the determination of the species of origin of gelatine in foods and pharmaceutical products. Food Chemistry, 190, 276–284.
[4]   Hermanto, S., Sumarlin, L. O., & Fatimah, W. (2013). Differentiation of bovine and porcine gelatin based on spectroscopic and electrophoretic analysis. Journal of Food and Pharmaceutical Sciences, 1(3), 68–73.
[5]   Kusumaningsih, T., Suryanti, A., & Rahmat, B. (2014). Karakterisasi gelatin tulang sapi dan tulang babi. Prosiding Seminar Nasional Nutrisi, Keamanan Pangan dan Produk Halal. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
[6]   Muniroh, L. (2014). Kajian Pengembangan alat portable deteksi sederhana keamanan pangan dan kehalalan produk makanan. Prosiding Seminar Nasional Nutrisi, Keamanan Pangan dan Produk Halal. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
[7]   Sarbon, N. M., Badii, F., & Howell, N. K. (2013). Food Hydrocolloids Preparation and characterisation of chicken skin gelatin as an alternative to mammalian gelatin. Food Hydrocolloids, 30(1), 143–151. https://doi.org/10.1016/j.foodhyd.2012.05.009
[8]    Sepminarti, T., Wardani, H. S., & Rohman, A. (2016). Real-Time Polymerase Chain Reaction for Halal Authentication of Gelatin in Soft Candy. Asian Journal of Biochemistry, 11(1), 34–43. https://doi.org/10.3923/ajb.2016.34.43
[9]    Shabani, H., Mehdizadeh, M., Mousavi, S. M., Dezfouli, E. A., Solgi, T., Khodaverdi, M., … Alebouyeh, M. (2015). Halal authenticity of gelatin using species-specific PCR. Food Chemistry, 184, 203–206. https://doi.org/10.1016/j.foodchem.2015.02.140
[10]  Zhang, G., Liu, T., Wang, Q., Chen, L., Lei, J., Luo, J., … Su, Z. (2009). Mass spectrometric detection of marker peptides in tryptic digests of gelatin: A new method to differentiate between bovine and porcine gelatin. Food Hydrocolloids, 23(7), 2001–2007. https://doi.org/10.1016/j.foodhyd.2009.03.010 

Kamis, 07 Desember 2017

Isu dan Fakta tentang Gelatin (3)

Tulisan ini bagian dari paper saya yang diikutkan di lomba paper pada acara CFP Adiwidya 5 Kamil Pasca ITB Oktober lalu. Ceritanya serunya bisa dibaca di sini.
Jadi tulisan kali ini bahasanya agak sedikit ilmiah, dan menyertakan referensi dari beberapa jurnal yang disitasi.
Sebelumnya, paparan tentang gelatin bisa dibaca di sini dan di sini.

Gelatin merupakan suatu hidrokoloid penting yang banyak digunakan dalam industri pangan, farmasetik dan kosmetik.  Sifat unik dari gelatin terutama karena kemampuannya untuk membentuk gel yang termo-reversibel, dapat meleleh pada temperatur yang sangat dekat dengan temperatur tubuh, dan larut dalam air (Sarbon, Badii, & Howell, 2013). Penggunaan gelatin pada makanan, fotografi, kosmetik dan produk farmasi sebagian besar didasarkan pada sifat pembentuk gelnya. Namun, saat ini, gelatin telah digunakan juga  sebagai pengemulsi, bahan pembusa, stabilisator koloid, bahan pembentuk film biodegradable, agen pengkapsul mikro, dan juga sumber peptida bioaktif (Go'mez, 2011).


Kualitas gelatin tergantung pada sifat fisiko-kimianya.  Sifat kimia gelatin dipengaruhi oleh komposisi asam amino, yang serupa dengan kolagen induk, sehingga dipengaruhi oleh spesies hewan dan tipe jaringan (Karim & Bhat, 2009) serta metode pemrosesannya (Sarbon et al., 2013)

Gelatin dihasilkan dari hidrolisis parsial kolagen, suatu jenis protein yang banyak dijumpai pada jaringan ikat mamalia. Menurut Tronci (2010), kolagen merupakan protein yang paling besar kelimpahannya pada matriks ekstra seluler, yang dijumpai pada tendon, ligamen dan jaringan penghubung pada kulit, pembuluh darah dan paru-paru. Proses hidrolisis gelatin dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu hidrolisis asam dan hidrolisis basa yang menghasilkan gelatin tipe A atau dengan hidrolisis basa yang menghasilkan gelatin tipe B. Proses asam lebih menguntungkan karena waktu perendaman yang lebih singkat dan biaya lebih murah (Kusumaningsih et al., 2014).

Komposisi dan urutan asam amino dalam gelatin berbeda dari suatu sumber ke sumber lainnya, tetapi selalu terdiri dari sejumlah besar glisin, prolin dan hidroksiprolin. Pola ini diulang dengan urutan khas, Gly-X-Y dimana glisin adalah asam amino paling banyak kelimpahannya dalam gelatin; X dan Y sebagian besar adalah prolin dan hidroksiprolin (Hafidz & Yaakob, 2011). Tabel di bawah ini menunjukkan komposisi asam amino dalam gelatin.

Asam amino
Gelatin sapi*
Gelatin babi*
Gelatin ikan**
Alanin
33
80
12.10
Valin
10
26
2.50
leusin
12
29
2.30
Isoleusin
7
12
1.24
Phenylalanin
10
27
1.82
Menthionin
4
10
1.82
Prolin
63
151
14.32
Glisin
108
239
26.44
Serin
15
35
3.59
Threonin
10
26
3.57
Tyrosin
2
7
0.40
Asam aspartiat
17
41
6.29
Asam Glutamat
34
83
11.14
Lysin
11
27
2.51
Arginin
47
111
9.84
Histidin
-
-
0.11

Sumber: *Hafidz & Yaakob, 2011; **Monsur, Jaswir, Salleh, & Alkahtani, 2014


Keberadaan instrumen laboratorium untuk mendeteksi gelatin babi mutlak diperlukan, sehingga dapat digunakan untuk menentukan status kehalalan suatu produk. Pengembangan metode untuk deteksi dan karakterisasi gelatin babi telah dan masih terus dilakukan. Beberapa metode deteksi dan autentikasi gelatin yang telah digunakan adalah Spektroskopi (ATIR, FTIR), kromatografi (GC-MS, LC-MS, HPLC), elektroforesis, metode berbasis DNA (PCR) dan metode berbasis enzim (Enzyme linked immuno-sorbent assay, ELISA). Namun metode-metode tersebut memerlukan instrumen yang canggih, tenaga dengan keahlian khusus, biaya yang relatif mahal dan harus dilakukan di laboratorium. Apa dan bagaimana metode tersebut bekerja bisa dibaca di sini.

Referensi 
Hafidz, R., & Yaakob, C. (2011). Chemical and functional properties of bovine and porcine skin gelatin. International Food Research Journal, 817, 813–817. Retrieved from http://ifrj.upm.edu.my/18 (02) 2011/(48) IFRJ-2010-159.pdf
Monsur, H. A., Jaswir, I., Salleh, H. M., & Alkahtani, H. A. (2014). Effect of pretreatment on properties of gelatin from Perch (Lates nicotilus) skin. International Journal of Food Properties, 17, 1224–1236.
Karim, A. A., & Bhat, R. (2009). Fish gelatin: properties, challenges, and prospects as an alternative to mammalian gelatins. Food Hydrocolloids, 23(3), 563–576. https://doi.org/10.1016/j.foodhyd.2008.07.002
Kusumaningsih, T., Suryanti, A., & Rahmat, B. (2014). Karakterisasi gelatin tulang sapi dan tulang babi. Prosiding Seminar Nasional Nutrisi, Keamanan Pangan dan Produk Halal. Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Sarbon, N. M., Badii, F., & Howell, N. K. (2013). Food Hydrocolloids Preparation and characterisation of chicken skin gelatin as an alternative to mammalian gelatin. Food Hydrocolloids, 30(1), 143–151. https://doi.org/10.1016/j.foodhyd.2012.05.009
Tronci, G. (2010). Synthesis , Characterization , and Biological Evaluation of Gelatin-based Scaffolds Dissertation.