Jumat, 13 September 2013

Hubungan Usia, Kapasitas Lambung dan Kebutuhan ASI

Beberapa hari ini sempat bingung dengan gaya ngASI dek Utsman.  Sempat juga bertanya-tanya, apa mungkin seorang bayi bisa mengalami trauma menyusu.  Pasalnya, setiap kali nyusu, selalu terjadi proses letdown ASI akibat hisapan si Adek (pengaruh oksitosin tuh kayaknya).  Ditambah lagi frekuensi nyusu Dek Utsman yang relatif jarang- soalnya masih doyan merem, walaupun gak bobo-, menjadikan ASI yang keluar seperti air mancur.

Si Adek sering kewalahan dan gelagapan, sehingga seringkali tersedak kalau tidak buru-buru mengeluarkan puting dari mulutnya. Haddeh, sudah satu bulan lebih, masih belum pandai juga nyusunya.  Beda banget sama mas-masnya.

Seperti yang pernah aku ketahui sebelumnya, volume menyusui bayi berbanding lurus dengan kapasitas lambungnya.  Semakin lama, volume lambung semakin besar yang artinya kebutuhan bayi akan ASI juga semakin banyak.

Berhubung tiap Ahad sekarang ini harus nuton, maka mengetahui dan memprediksi kebutuhan ASI tiap kali si Adek menyusui adalah hal yang wajib.  Takutnya, pas ditinggal, stok susu tidak bisa memenuhi kebutuhan si Adek.
Jangan sampailah karena kesalahan memprediksi, si Adek jadi kelaparan.

Nah, kebetulan dapat info tentang kapasitas lambung bayi baru lahir dari sebuah grup di fb. Jadi biar gak lupa, sekalian diposting di sini.  Simak yaaa...
  • Usia bayi 1-2 hari, ukuran lambungnya sebesar kelereng, jadi kebutuhan/minum sekitar 5-7ml atau 1 sendok teh
  • Usia bayi 3-6 hari, ukuran lambungnya sebesar biji karet (???...buah balam kali), kebutuhannya 22-27 ml
  • Usia 1 minggu, ukuran lambungnya sebesar bola pingpong, kebutuhannya 45-60 ml
  • Usia 1-6 bulan, ukuran lambung seperti 1 minggu, hanya saja kebutuhannya sekitar 80-150ml 
  • Usia 6 bulan-1 tahun, ukuran lambung seperti bola takraw dengan kebutuhan per ngASI sekitar 100-150 ml
Hmm, jadi wajar saja kalau volume ASI awalnya cuma sedikit, yaa tentu saja karena butuhnya sedikit.  Lagi pula, poduksi ASI memang menyesuaikan dengan kebutuhan bayi...
Jadi, kalo minggu-minggu kemarin aku ninggalin 80-90 ml ASIP untuk tiap kali Utsman ngASI, masih mencukupi kebutuhannya.  Alhamdulillah...
Semoga bisa lulus ASIX dan wisuda sampe S2 ASI ya Dek...Aamiin


Rabu, 11 September 2013

Induksi Alami


          

Kali ini saya mau share pengalaman melahirkan anak ke-3 yang membuat saya merasakan betapa nyamannya melahirkan dengan prosesi yang benar-benar normal. Dua kehamilan saya sebelumnya, walaupun proses kelahirannya normal, tapi melalui induksi kimia, karena pembukaan jalan lahir tak kunjung bertambah.

Waktu kehamilan pertama ketuban sudah pecah sejak pagi. Karena khawatir kehabisan cairan ketuban, maka DSOG merekomendasikan untuk induksi. Saya, yang belum punya pengalaman apa-apa manut saja. Saat itu, saya berpikir DSOGnya lebih tahu yang terbaik. Apalagi bidanpun sudah angkat tangan. Lalu sayapun diinjeksi dengan cairan itu, entah apa namanya. Beberapa saat, mulai terasa mulas, sakiiiittt, sakiit banget. Saya sampai merengek untuk punya satu anak saja pada suami yang waktu itu menemani. Nakes dan kakak saya yang waktu itu ada di sana cuma senyam-senyum. Selang beberapa jam, lahirlah putri pertama saya. Cantik. Rasa sakit itu seketika hilang, berganti lega dan syukur.

Waktu kehamilan kedua, saya sempat tertekan. Saat itu sudah mendekati hpl seperti yang diprediksi DSOG dan bidan saya di Batam. Beberapa kali saya sempat khawatir dengan mulas yang melanda saat malam hari. Teman-teman di asrama (waktu itu saya di Jogja) sangat perhatian, bahkan sering kali mereka mampir melongok ke kamar saya sekedar menanyakan kondisi saya. Waktu itu, saya satu-satunya warga yang berstatus ibu-ibu, sementara mereka semua masih anak-anak gadis. Melewati 2 minggu setelah hpl, saya makin resah, karena si janin tak kunjung menampakkan tanda-tanda mau keluar. Kontraksi-kontraksi saja, tapi belum juga ada tanda-tanda mau nongol. Sekalinya keluar flek dan terasa mulas sekali, saya minta suami mengantar ke RS tempat saya biasa kontrol. Sempat menginap semalam, ternyata saya malah merasa nyaman dan dedeknya juga belum keluar. Akhirnya kami pulang.

Beberapa hari berlalu hingga masuk minggu ke-45. Saya berinisiatif mengajak suami untuk mencari dokter lain. Begitu ketemu dokter yang direkomendasikan beberapa kenalan, saya diperiksa, di USG, ternyata plasentanya sudah putih-putih karena pengapuran. Walaupun kondisi janin dan air ketuban masih bagus, dokter merekomendasikan saya harus SEGERA melahirkan. Khawatir plasenta lepas sehingga membahayakan janin dan ibunya. Saya langsung masuk ke ruang penanganan dan dengan tak berdaya, saya harus menganggukkan kepala ketika solusinya (lagi-lagi) induksi. Sakitnya itu lho…

Kelahiran ke-3, berjarak 17 bulan dari yang ke-2. Waktu itu, saya sedang sibuk-sibuknya di lab menyelesaikan riset saya. Mengejar waktu supaya sebelum hpl, kerja saya sudah beres. Tapi Alloh berencana lain. Hari lahir si Adek maju 2 minggu sebelum hpl, dan kerja saya di lab masih belum rampung.

Pagi itu saya sudah melihat bercak kental ketika mandi. Saya menenangkan diri, ah paling flek saja karena saya agak lelah. Ketika berganti pakaian, tiba-tiba darah segar mengucur membasahi kaki saya. Beberapa bagian menciprat di lantai. Suami yang kebetulan duduk lesehan tak jauh dari saya kaget. Berinisiatif untuk membawa saya ke klinik. Saya tak begitu panik, tetap menyiapkan diri untuk ke lab merampungkan kerja saya.

Setelah menitipkan 2 anak kami ke tetangga, suami mengantar saya ke lab, naik motor. Melewati klinik, beliau membelokkan motornya masuk dan mau tidak mau, saya menurut. Saat diperiksa nakes, sudah pembukaan 2 dan saya tidak diijinkan untuk melanjutkan perjalanan ke kampus, karena prediksinya si bayi akan keluar dalam 6 jam ke depan. Hwaahhh…

Jadilah saya kembali menghuni kamar saya dulu, pas melahirkan si Irsyad. Kiri-kanan saya dua pasien dengan resiko tinggi dengan kondisi yang panik membuat saya nervous menjalani prosesi mulia ini. Apalagi pasien di kamar sebelah kiri terus berteriak dan menjerit-jerit, saya berusaha tenang agar tidak stress dengan banyak mengingat-Nya. Suami pulang untuk mengambil perlengkapan dan mencek kondisi anak-anak.

Hingga dhuhur, pembukaan tak bertambah, nakes menyarankan untuk induksi. 

Induksi lagi??? Hwaduh…

Saya diam saja, mencari alasan untuk menunda. Akhirnya saya bilang, “Tunggu suami saya datang ya Bu.”
Suami kembali ke klinik setelah ashar. Mengurus segala sesuatunya, membawakan saya bekal kurma, zaitun, habbatussaudah dan minyak but-but. Saya ceritakan kondisi saya pada suami. Saya juga menyampaikan bahwa saya gak mau diinduksi lagi dengan cairan itu. Saya meminta suami untuk mentreatmen saya dengan induksi alami saja.

Suami setuju dan menangani saya dengan pijatan-pijatannya yang menyamankan saya plus herbal-herbalnya. Beberapa kali, nakes kembali menanyakan kesediaan saya untuk diinduksi, tapi suami minta waktu untuk menjalankan treatmen alami saja dulu. Hingga setelah sholat Isya, DSOGnya sendiri yang memeriksa saya dan akhirnya menyerahkan segala sesuatunya pada saya dan suami. Beliau mau bersabar menunggu hasil induksi alami tersebut. Alhamdulillah dapat dokter yang baik.

Jam 9-an malam, baru terasa kontraksi yang mulai sering, mulas yang menandakan bahwa si Adek tengah berjuang menuju mulut rahim. Alhamdulillah, beberapa jam kemudian Dek Umar muncul ke dunia. Tak begitu terasa sakitnya melahirkan walaupun sosoknya paling besar dibanding dengan kedua kakaknya (3500gram).

Saya baru merasakan nyamannya melahirkan kali ini. Seperti mau (maaf) BAB saja, dan setelah keluar, hanya lega yang terasa. Saya juga merasa fit dan segar setelah melahirkan. Berbeda jauh dengan waktu melahirkan yang ke-2, saya bahkan tak bisa untuk sekedar menggerakkan jempol kaki. Lemas…

Berikut ini, beberapa cara yang bisa dilakukan untuk membantu merangsang pembukaan jalan lahir.
1.  HSI (Hubungan suami-istri). 

Kondisi ini dimungkinkan selama darah nifas belum keluar. Jadi kalo sudah lewat hpl tapi janinnya belum juga lahir, bisa sering-sering melakukan HSI ini. Sperma mengandung prostaglandin alami yang berfungsi melunakkan mulut rahim sehingga akan memicu kontraksi dan pembukaan leher rahim. Selain itu, saat orgasme tercapai saat berhubungan intim, hormone oksitosin juga akan terpicu keluar dan pada akhirnya akan memicu persalinan.
2. Merangsang ibu pada payudara atau tempat-tempat sensitive lainnya guna melepaskan oksitosin. 
Pijatan lembut pada payudara, khususnya puting dapat merangsang produksi hormon okstosin yang akan menimbulkan kontraksi rahim. Menurut penelitian, perubahan hormon yang terjadi pada akhir kehamilan membantu rahim menjadi lebih sensitif terhadap oksitosin, yang menimbulkan kontraksi awal. Oksitosin dikenal juga sebagai hormon cinta. Kekuatan hormone ini bisa membantu ibu mendorong bayi keluar (kelahiran normal tanpa disobek sengaja di vagina ibu). Hormon cinta juga yang menimbulkan kekuatan dalam diri ibu untuk segera melihat bayinya, memeluk dan menyayangi.
3. Pijat endorphin.
Pijat endorphin merupakan teknik pijatan dengan sentuhan ringan. Teknik ini dipakai untuk mengurangi rasa tidak nyaman pada saat proses melahirkan. Fungsinya yang lain adalah untuk meningkatkan relaksasi dan memicu perasaan nyaman melalui permukaan kulit. Sentuhan ringan dalam teknik Endorphin Massage mencakup pemijatan sangat ringan. Dengan pemijatan ini, hormon endorfin yang dihasilkan otak dan syaraf tulang belakang bisa mengurangi nyeri kontraksi saat persalinan. Hormon endorphin, disebut opium alami, membantu ibu bebas dari rasa sakit, (orang lain melihat ibu melahirkan kesakitan karena vagina yang sempit dilewati badan bayi yang secara kasat mata sangat besar dan tidak mungkin bisa melewati lubang vagina yang kecil,belum lagi darah yang keluar). Dengan endorphin ini, rasa sakit bisa jadi tidak terasa, karena pada dasarnya rasa sakit ketika melahirkan adalah normal, tidak bisa disamakan dengan rasa sakit karena terluka lain. Riset juga telah membuktikan kalau teknik ini bisa membantu meningkatkan pelepasan hormon oksitosin yang berfungsi memfasilitasi persalinan. Untuk mulai menerapkan teknik ini, ibu dapat berbaring, dan biarkan si Ayah duduk nyaman sambil mengelus-elus permukaan tangan ibu, dari tangan hingga lengan bawah. Belaian ini akan sangat lembut karena hanya menggunakan jemari atau ujung-ujung jari saja. Setelah lima menit, minta Ayah untuk berpindah tangan. Teknik ini juga bisa dilakukan pada bagian tubuh lain seperti telapak tangan, leher, bahu, dan paha. Pada saat memijat bagian punggung, Ibu dapat berbaring dengan posisi miring. Minta si Ayah memijat ringan membentuk huruf V mulai dari leher, ke arah luar menuju sisi tulang rusuk. Terus lakukan pijatan hingga turun ke bawah dan belakang. 

4. Mengonsumsi buah-buahan yang dapat membantu merangsang persalinan.

Mengonsumsi buah yang dapat membantu merangsang persalinan seperti kurma, mangga, papaya, nanas dan buah kiwi. Buah – buah ini mengandung enzim proteolitik bernama bromelin yang bisa melunakkan leher rahim. Walaupun 4 jenis buah terakhir khasiatnya belum terbukti secara ilmiah untuk membantu merangsang persalinan, tetapi dipercaya bisa membuat rileks seseorang. Kalau buah kurma, saya yakin semua setuju karena memang diperintahkan dalam al Quran kepada Bunda Maryam yang ketika itu akan melahirkan Nabi Isa alaihissalam.

Demikian, mungkin masih banyak lagi trik-trik yang dapat dipakai. Yang saya tulis based on pengalaman pribadi. Jadi Insya Allah sudah terbukti. Allahu a’lam. Tips di atas hanya sebagai ikhtiar, Allah jua yang punya skenario terbaik.





Repost
Batam 25 April 2013

Anak-anak, Lebaran dan Angpau



Apa yang paling menyenangkan dari lebaran bagi anak-anak?
Baju baru?
Sepatu baru?
Kue-kue?
Atau… Uang Angpau?
Setidaknya, itulah yang mungkin akan terlontarkan dari mulut anak-anak pada umumnya kalau ditanya tentang lebaran.
          

Lebaran yang baru lalu, kukira akan ada hal yang berbeda.  Tetapi tidak untuk ketiga permataku.  Tak ada yang minta baju atau sepatu baru buat lebaran.  
Memang kami tidak menanamkan "tradisi" itu.  Yang penting bersih dan layak pakai.  
So, kalau tetangga sebelah sudah pusing dengan tuntutan baju baru dan sepatu baru buat lebaran dari anak-anaknya sejak hari kedua Ramadhan, maka ketiga permataku anteng-anteng saja.  Baju baru tidak harus ada saat mau lebaran, kalo ada rizqi lebih, Insya Alloh dapet baju baru dan boleh beli kapan saja, tak harus tunggu lebaran.
          
Lantas apa yang menarik dari lebaran buat mereka?Takbiran dan Sholat di lapangan.  Itu yang membuat mereka bersemangat.
Mas Irsyad bahkan wanti-wanti mau pakai baju coklat yang dalam persepsinya "baju takbir" karena dulu belinya waktu mau takbiran di usia 2 tahunnya (Sekarang usianya mau 4 tahun).  Padahal ada bajunya yang jauh lebih baru, dan masih fresh warnanya ketimbang baju coklat takbirnya itu, hehe.

Beberapa hari menjelang lebaran, mereka selalu bersemangat saat mendengar takbir, dan menantikan hari Ied itu tiba.  
Tak ada persiapan khusus.  
Hanya saja, aku yang khawatir dan was-was bakal mengecewakan mereka.  Khawatir tak bisa nemani ke lapangan lantaran keburu melahirkan.

Hari Iedul Fitri tiba, dan mereka dengan semangat bangun pagi, mandi dan bersiap ke lapangan.  Tak sabar sepertinya.  Berhubung kondisi hamil tua, maka kami memilih sholat di lapangan kompleks saja.  Si Umar bahkan dengan gagahnya melangkah sendiri meninggalkan rombongan, menuju ke lapangan masjid. Di sela-sela rintik hujan, semua tampak ceria walau tanpa baju dan sepatu baru. 
Beda banget dengan anak-anak tetangga.. 
Alhamdulillah...

Hal kedua tentang lebaran yang diminati anak-anak umumnya adalah uang angpau, yang akan diperoleh dari salam tempel atau kunjungan ke rumah-rumah. 
Tetangga (lagi-lagi) bahkan setengah mengeluh, kalau anak-anak di kompleks sini bahkan kadang "namu" berulang-ulang untuk mendapatkan uang saku tambahan itu.     
Lagi-lagi hal berbeda kutemui pada anak-anakku.  

Lebaran tahun lalu, mereka bahkan tak mengerti, bahwa amplop yang diselipkan oleh para tetua yang kami kunjungi itu bakal membuat mereka mendadak kaya.  Mereka terima saja amplop itu, lalu diserahkan padaku untuk disimpan. 
"Nih Mi!" Begitu ucapan Kakak dan Mas Icad, tiap kali dapat amplop.
Lugu banget, hehe.
          

Pas sampai di rumah, ketika iseng mereka menanyakan amplop-amplopnya, mereka surprais, 
"Ih, Ummi, ini ada uangnya!" begitu teriak mereka.  
Dan aku cuma tertawa geli.

Berbeda dengan sekarang (mereka sudah mengenal uang jajan dan sudah pandai jajan), tradisi angpau ini sempat membuatku khawatir akan anak-anak.  Aku memang tidak begitu setuju, dengan tradisi  yang menurutku kurang mendidik karena membuat niat silaturrahmi yang tulus jadi kabur.  Khawatirnya, ketika agak besar, anak-anak hanya akan ikut berkunjung karena mengharapkan angpaunya.
Bukan tanpa alasan.  

Tak jarang, kudengar anak-anak usia SD bergerombol membicarakan tentang rumah incaran mereka yang tuan rumahnya ngasih angpau dengan nominal cukup besar.  
Bahkan pernah ada komentar begini, "Wah, janganlah.. aku gak mau kalau ke rumah Pak X.  Kalau ke sana, kita gak dikasih angpau, cuma salaman sama kue-kue doang."  
Padahal Pak X ini adalah guru mereka.

Alhamdulillah, si Adek ngasih tanda akan segera hadir seusai sholat Ied.  
Jadi, lebaran ini tak banyak pergi berkunjung.  Lagi pula, teman-teman banyak yang pulang kampung. 
Tapi yang namanya rejeki, memang sudah ada jatahnya.  
Walaupun gak ngider, anak-anak tetap dapat uang angpau dengan jumlah yang lumayan.  Ketika ditanya, untuk apa uangnya, mereka menjawab, “Yang keras uangnya buat naik haji, yang lembut buat beli jajan.”

Maasya Allah... kepikirannya malah buat naik haji… 
Sama sekali tak terpikirkan olehku sebelumnya jawaban seperti itu.  
Kukira mereka akan menagih janji beli mainan, sepeda, baju atau lain-lainnya yang sebelumnya pernah mereka utarakan.
Akhirnya, sebagai orang tua yang baik, demi melaksanakan amanat, menyalurkan aspirasi dan memfasilitasi cita-cita mereka, tanggal 14 Agustus itu, Abinya menemani Irsyad sebagai perwakilan mereka, membuka rekening di salah satu bank syariah untuk menitipkan tabungan haji mereka.  





Barokallohufiikum
Semoga Alloh sampaikan hajat dan cita-cita kalian untuk berkunjung ke rumah-Nya.  Aaamiin