Selasa, 02 Oktober 2018

8 Prinsip Pendidikan Anak

Kemarin, sepulang dari lab dan melepas atribut, aku menuju dapur dan menemukan sebuah buku tergeletak di dekat tumpukan belanjaan. Dua ikat kangkung, dua potong tempe, seplastik ubi jalar, sekantong kopi dan sebuah buku. Walau letih, dan sendi dan tulang terasa kaku, tanganku tetap terjulur meraih buku itu. membaca judul dan daftar isinya sekilas, lalu melemparkan tanya pada si Kakak yang asyik di depan laptop.

"Buku siapa Kak?"

"Nggak tau, Mi. Sudah ada di situ dari Kakak pulang sekolah tadi."

Aku mengangguk. Mungkin si Abah yang punya buku. Tadi pagi sebelum mengantar ke kampus memang sempat menyoalkan buku manajemen pendidikan. Etapi, ini buku malah bahasannya tidak sinkron, walaupun masih bertema pendidikan.
Judulnya menarik: Melukis Jiwa Sang Buah Hati: Mencetak Anak Cerdas, Taqwa dan Santun kepada Orang Tua

Di tulisan ini, aku ingin berbagi sedikit point yang dikupas dalam buku itu, yaitu tentang prinsip pendidikan anak.

Sebenarnya, ada banyak point yang perlu diperhatikan dalam pendidikan anak. Mendidik anak, bukan sejak anak masuk sekolah, namun jauh sebelum itu. Pendidikan anak itu sendiri sebetulnya sudah dimulai seorang (calon) ayah memilihkan calon ibu untuk anak-anaknya.

Anak adalah buah hati. Anak adalah amanah. Pendidikan anak, menjadi amanah penting bagi kedua orang tuanya. Terutama bagi kaum ayah. Salah besar jika kaum ayah beranggapan bahwa pendidikan anak adalah tanggung jawab ibunya dan menyerahkan ke sang ibu tanpa pernah mau peduli dengan urusan anak. Lebih salah lagi, ketika kedua orang tua menyerahkan bulat-bulat pendidikan anak ke sekolah, dan kemudian berlepas tangan. Merasa tidak perlu campur tangan karena sudah memberikan sejumlah nominal sebagai pembayaran. Na'udzubillahi min dzaalik.

Ada 8 prinsip penting dalam pendidikan anak.
Yang pertama adalah  keteladanan
Anak adalah peniru ulung. Mereka akan merekam kejadian dan perilaku orang-orang dekatnya dan akan menduplikasinya. Maka, orang tua perlu menjadi teladan dalam banyak hal kebaikan, sehingga bisa menjadi role model bagi anak.

Yang kedua adalah pembiasaan
Perbuatan baik, sebaiknya dibiasakan sejak dini. Sesuatu yang sudah dibiasakan akan terasa ringan dikerjakan, bahkan bisa menjadi tabiat/akhlak keseharian. Mengucapkan salam, mendekatkan anak ke masjid, membiasakan bangun pagi, bersedekah, berkata jujur, menjaga kebersihan dan banyak hal baik lainnya. Memang, butuh waktu dan effort lebih untuk menjadikan berbagai perbuatan baik menjadi biasa. Namun, insya Allah perjuangan orang tua dalam mendekatkan anak pada kebaikan akan dibalas berlipat ganda.

Yang ketiga adalah kasih sayang
Jalinan kasih sayang dari orang tua kepada anaknya memang tulus. Tak ada orang tua yang tidak sayang pada anaknya. Namun, tidak semua anak merasa mendapatkan kasih sayang yang cukup dari orang tua. Sering kali, orang tua mengekspresikan kasih sayangnya dengan tolok ukur pikiran dan perasaannya sendiri, bukan seperti yang diinginkan oleh anak.
Beberapa bentuk kasih sayang diantaranya adalah perhatian, komunikasi, penerimaan anak apa adanya, dan sikap mau memaafkan dari orang tua kepada anaknya.

Selanjutnya adalah penghargaan
Anak yang mendapat pujian ketika ia berhasil dengan sesuatu, ia akan tersanjung. Pujian itu ibarat pupuk dan motivasi sehingga  memberikan semangat untuk berkembang. Memuji mungkin akan lebih mudah bagi kita. Namun ketika anak melakukan kesalahan, akan lebih baik jika kita menghindari celaan. Marilah kita fokus pada keberhasilannya, dan mengapresiasinya. Menurut penulis buku ini, salah satu penyebab anak menjadi nakal atau bandel adalah karena tidak mendapat pengakuan dan penghargaan, sehingga anak berusaha menarik perhatian orang lain, walaupun dengan menunjukkan sikap yang negatif.

Yang kelima adalah memupuk keberanian
Pada dasarnya, Allah telah memberikan sikap pemberani kepada manusia. Pengalaman selama perjalanan hidup, sikap orang tua dan lingkungan sekitarlah yang akan mengubah seorang anak menjadi lebih berani, atau lebih penakut. Keberanian dapat ditumbuhkan dengan memberikan pengalaman pada kegiatan-kegiatan yang menantang. Misalnya, menjelajah, perlombaan, menyampaikan pendapat, tampil di pentas dan lain-lain. Kegiatan-kegiatan seperti ini akan dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan keberanian anak.

Yang ke enam adalah memilih pendidik yang benar
Peranan pendidik sangat dominan, terutama di kalangan anak yang mengalami krisis kepercayaan terhadap orang tuanya. Pada fase tertentu dalam usia sekolahnya, anak menjadi lebih penurut terhadap gurunya dibandingkan dengan orang tuanya. Oleh karenanya, dalam menitipkan anak hendaknya mencari pendidik yang bagus imannya, benar ibadahnya, berakhlak yang bagus, penyayang, dan berwawasan luas.

Selanjutnya yang ketujuh adalah memprioritaskan aqidah
Skala prioritas pendidikan terkait dengan tujuan, harapan, dan obsesi orang tua terhadap anaknya. Namun yang perlu diingat kembali  bahwa tugas orang tua utamanya kepala keluarga adalah menjaga diri dan keluarganya dari api neraka. Oleh sebab itu, prioritas pendidikan anak adalah penanaman aqidah yang kuat, kesungguhan beribadah, serta pendalaman Al Quran dan As Sunnah.

Yang terakhir adalah mengajak kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran
Dalam Surat Ali Imron ayat 104 Allah swt berfirman:
"Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, dan mereka-lah orang-orang yang beruntung."
Kemungkaran atau pelanggaran syar'i harus ditanggulangi dengan jalan menunjukkan kepada anak bahwa itu adalah suatu kemungkaran. Jangan dibiarkan, walaupun anak belum lagi paham. Jika melarang sesuatu berilah alternatif yang lebih baik dan tunjukkan alasannya. Luruskan kesalahan anak sebatas kemampuan kita dengan cara dan pendekatan yang lembut.

Anak adalah ibarat kertas putih yang belum terisi. Kitalah yang mengisi jiwanya, sehingga bisa terwarnai dan merekam celupan fitrah dari Rabb-nya. Orang tua berperan sangat besar, Semoga Allah senantiasa memberi petunjuk dan kesabaran pada kita dalam mendidik mereka.
Allahu a'lam bishshowaab.


Piyungan, 021018