Kamis, 14 Mei 2020

Rugi Kalau Tak Dapat: Kebaikan 1000 bulan

Ramadhan sudah memasuki sepertiga terakhirnya. Periode dimana Allah menjanjikan banyak bonus kebaikan dengan satu malam mulia yang kita kenal sebagai lailatul qodr.
Satu malam, dimana ibadah pada malam itu diganjar dengan kebaikan ibadah selama seribu bulan atau setara dengan amalan selama 83 tahun.
Satu malam dimana satu jam ibadah pada malam itu diganjar dengan kebaikan ibadah selama 9,8 tahun.

Satu malam dimana satu menit ibadah pada malam itu diganjar dengan kebaikan ibadah selama 58 hari
Satu malam dimana satu detik ibadah pada malam itu diganjar dengan keabikan ibadah selama 23 jam.


See? Pahala yang banyak di malam mulia.
Apakah akan kita lewati begitu saja detik dan menit yang berlalu tanpa aktivitas ibadah?
Rugi!
Sungguh merugi orang yang melewatkannya dengan sia-sia!

Lalu, apa saja aktivitas ibadah yang dapat kita maksimalkan di 10 malam terakhir?
Berikut ini yang disampaikan Ustadz SRB dalam live kajiannya beberapa hari lalu.

Yang pertama adalah sholat isya 

Yang kedua, sholat malam 2-2 rakaat, atau yang biasa kita kenal sebagai sholat tarawih. Silakan dikerjakan semampunya, mau 8 rakaat atau lebih banyak tergantung kesanggupan

Yang ketiga membaca Al Quran
Lebih utama membaca Al Quran dalam sholat dan sebaiknya dibaca dengan mengetahui arti dari ayat-ayat yang dibaca dengan tujuan supaya mendapatkan hidayah dan ampunan. Boleh membaca dengan melihat mushaf.


Yang ke empat, sholat malam 2-2 rokaat semampunya. Yang ditutup dengan witir sebanyak 3 rokaat.

Yang kelima, memperbanyak istighfar di waktu sahur.
Atau membaca doa: Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul afwa' fa'fu'anni


Dari Aisyah-Radhiyallahu Anha' ia berkata, "Aku pernah bertanya pada rasulullah Shalallahu 'alaihi wa sallam, yaitu jika saja ada suatu hari yang aku tahu bahwa malam tersebut adalah lailatul qadr, lantas apa doa yang mesti kuucapkan?
Rasulullah menjawab: "Berdoalah: Allahumma innaka 'afuwwun tuhibbul afwa' fa'fu'anni (Ya Allah, Engkau Maha Pemaaf dan Engkau mencintai orang yang meminta maaf, karenanya maafkanlah aku)"
(HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah)


Yang keenam adalah memperbanyak infaq/shodaqoh, baik pada malam hari maupun pada pagi harinya. Jika memungkinkan memberikan infaq/sedekah pada malam hari, maka sebaiknya dilakukan pada malam hari, jika tidak, boleh dilakukan di siang harinya.

Sehubungan dengan Ramadhan ini kita masih diminta untuk stay at home dan menerapkan social distancing yang mungkin masih akan beberapa lama lagi, dan dampak pandemik pada lingkungan sekitar kita, maka infaq/shodaqoh sangat dianjurkan.
Bahkan, kita bisa juga menyiasati untuk memberikan tehaer pada orang-orang dekat kita dengan memanfaatkan momen lailatul qadr, yaitu pada malam-malam ganjil.
Dana tehaer bisa diniatkan sebagai infaq dan disampaikan via transfer, tentu saja dengan mengharapkan ganjaran dari Allah. Mana tahu saja, ketika kita kita berinfaq bertepatan dengan malam lailatul qadr, sehingga nilai atau ganjarannya akan berlipat menjadi 1000 kalinya. Allahu a'lam.


Selamat berburu kebaikan di 10 hari terakhir Ramadhan.
Semoga Allah anugerahkan kepada kita keberkahan Ramadhan, keberkahan lailatul qadr, dan berkenan mengampuni semua dosa-dosa kita. Aamiin.



Gombak 14 Mei 2020



Senin, 11 Mei 2020

Menyiapkan Anak menjadi Penghafal Quran (2)

Di part 2 ini saya akan sharing tentang pendidikan Al Quran pada janin. Senyampang kondisi saya yang saat ini tengah hamil, dan masih tetap berkeinginan anak ke-5 ini bisa mengikuti jejak pendahulunya, dekat dengan Al Quran dan semoga bisa menjadi bagian dari penghafal Quran.

Tulisan sebelumnya bisa dibaca pada tautan ini.

Sebetulnya, kehamilan kelima ini seperti 3 lainnya, tidak direncanakan.
Tapi Allah dengan iradahnya berkenan menitipkan lagi sesosok jiwa melalui rahim saya.

Memang sih, sebelumnya Ummi suka mencandai Abahnya anak-anak pasal keinginannya punya anak lima itu. Anak-anak juga sudah sering request adik dengan alasan macam-macam. Mulai dari celetukan "Cuma Utsman di sini yang gak punya adik.", "Kakak gak punya geng main, adiknya ikhwan semua..." sampai ke "Di rumah kita belum ada Ali dan Abu Bakar". Hehehe...
Dan Umminya cuma berkomentar, "Kalo mau apa-apa itu minta sama Allah, bukan sama Ummi."

Walaupun sebetulnya kangen juga menjalani hari-hari hamil-melahirkan yang amaizing, tapi Ummi menekan keinginan itu dalam-dalam. Tak terbayangkan bagaimana repotnya kerja lab-membaca-mereview dan menulis thesis kalo harus ditambahin juga dengan "drama" hamil dan melahirkan semasa studi. Hamil ketika kondisi free saja berat, apalagi jika sedang studi begini.
Cukuplah dengan kisah hamil-melahirkan Mas Irsyad dan Mas Umar yang mengharu biru saja..

Tapi, Allah-lah yang punya kuasa, dan Dia cukup dengan berkata: KUN!

Maka, di suatu petang sepulang dari menghadiri  Konferensi Halal di Universitas Brawijaya- Malang, barulah menyadari bahwa pendarahan yang terjadi sepanjang perjalanan pulang dengan kereta Malang-Yogya adalah pertanda kehadiran sosok baru dalam keluarga kami.
Walau berat, lisan tetap harus berucap Alhamdulillah, kan?
Alhamdulillah 'alaa kulli haal...

Tentang hamil dan penciptaan janin, ada banyak ayat dalam Al Quran yang mengulasnya. Salah satunya di Surat Al A'raf ayat 189:
"Dialah yang menciptakan kamu dari jiwa yang satu (Adam) dan dari padanya Dia menciptakan pasangannya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka, setelah dicampurinya, (istrinya) mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah dia merasa ringan (beberapa waktu). Kemudian ketika dia merasa berat, keduanya (suami-istri) bermohon kepada Allah, Tuhan mereka (seraya berkata), "Jika Engkau memberi kami anak yang shalih, tentulah kami akan selalu bersyukur."

Maka, ketika teman pembaca sekalian mendapatkan berita gembira tentang kehadiran anggota baru dalam keluarga, maka sudah sepatutnya semakin dekat dengan Allah, dan banyak berdoa agar diberikan anak yang shalih. Jangaan, sampai berpikiran buruk, karena Allah itu sesuai apa yang kita persangkakan. Lagi pula, kita tak pernah tahu, dari doa dan amalan shalih anak yang mana kita akan sampai ke surga.


Aih, kepanjangan intronya... Maaf...
Kembali ke topik pembicaraan semula, tentang mendekatkan janin dengan Al Quran.

Di dalam Al Quran Surat An Nahl 115, Allah menyampaikan bahwa urutan penciptaan indera adalah pendengaran, kemudian penglihatan dan kemudian hati (qolb).
Nah, menurut beberapa narasumber beberapa kajian parenting Quran yang pernah saya simak, proses mendidik anak agar dekat dengan Al Quran juga sebaiknya mengikuti  tahapan ini.

Sebetulnya, mendidik janin, adalah fase termudah.
Kenapa dibilang mudah?
Karena janin tidak punya kemampuan menolak apapun "asupan" yang diberikan padanya.
Dengan menstimulus janin dengan Al Quran lebih awal, diharapkan kapasitas otak akan lebih baik, sehingga anak akan lebih cerdas, dan jiwanya akan tenang.

Bagaimana metodenya?

Ada dua metode stimulus yang bisa diberikan, yaitu:

1. Audio atau suara
Metode ini bisa mulai diterapkan mulai usia kehamilan 18 minggu.
Menurut penelitian, janin usia 23-24 minggu sudah mulai bisa merespon suara. Sehingga banyak rekomendasi dari dokter/bidan/pakar pendidikan untuk mulai menstimulasi janin pada usia ini, misalnya dengan mengajaknya ngobrol, membacakan cerita, memperdengarkan musik, dst. Namun, alangkah baiknya jika kita prioritaskan janin untuk mendengarkan bacaan Al Quran, kalam Allah yang mulia.

2. Perabaan atau sentuhan.
Selain merespon suara, janin juga sudah bisa merespon sentuhan. Sehingga, biasanya dokter/bidan juga menganjurkan untuk mengusap, mengelus dan mengajak janin bermain. Macam-macam bentuk permainan yang bisa dilakukan, misalnya mengenal huruf dan huruf hijaiyah, mengenal angka, simbol dan lain-lain. Aktivitas ini sebetulnya bisa dilakukan sejak janin memasuki usia 12-30 minggu.

Siapa yang melakukannya?

Aktivitas mengajari janin ini tentu saja membutuhkan IBU sebagai pelaku utamanya.

Karena, suara yang paling didengar dan merasuk ke jiwa janin adalah suara Ibu. Namun tidak menutup kemungkinan untuk melibatkan anggota keluarga lainnya misal ayah, kakak dan abangnya.
Jadi, untuk mengajarkan janin membaca Al Quran, ibu harus baik dulu bacaannya dan benar dalam mengucapkan huruf-huruf dan lafadznya.
Jika masih belum benar, bolehlah ibu belajar lagi, ikut kelas tahsin..ehehe..


Bisa juga sih dengan memperdengarkan audio atau rekaman suara syaikh atau qori'. Namun, audio Quran dengan suara ibu akan mereduksi paparan gelombang elektromagnetik yang mungkin saja akan berdampak pada janin. Allahu a'lam.

Bagaimana cara melakukannya?

Aktivitas ini bisa dilakukan di sela-sela kegiatan santai ibu. Terutama saat ibu selesai makan.
Kalau mengikut budaya Indonesia yang makan 3 kali sehari, maka aktivitas ini bisa dialokasikan waktunya setiap ibu selesai makan dengan durasi waktu kurang lebih 15 menit.
Mengapa?
Biasanya, usai makan, ibu lebih rileks sehingga janin juga berada pada kondisi nyaman. Saat ibu tenang, limbik otak terbuka  sehingga informasi/stimulus akan lebih mudah diterima otak.

Berikut ini, step mengajarkan surat-surat pendek yang dibagikan salah satu nara sumber.
  • Usai makan, ibu rileks dan membaca Al Fatihah.
  • Kondisikan bayi dengan metode mengandangkan pikiran untuk mengumpulkan fokus. Ibu bisa berbicara dengan intonasi cukup dengan menyapa dan menyampaikan materi pembelajaran hari itu. Misal: "Assalamu'alaikum Dede. Ini Bunda. Hari ini, Bunda mau ajarkan Dede surat Al Fatihah. Surat Al fatihah itu adalah ullumul quran. Ada 7 ayat. Surat Al Fatihah ini wajib dibaca kalo kita sedang sholat. Dede simak yaa" 
  • Ibu membaca surat Al fatihah dengan tempo sedang.  Pembacaan surat diulangi tiga kali, selama 3 hari.Jadi total ada 9 kali pembacaan surat pendek, yaitu 3x3 hari.
  • Jika sudah tercapai, boleh ditambah dengan surat pendek lainnya, dengan metode yang sama.
  • Jika sudah dapat 3 surat, maka di hari ke-10, bisa dilakukan muroja'ah. yaitu membacakan 3 surat yang sudah diperdengarkan sebelumnya selama 3 waktu belajar. baru besoknya disambung dengan surat yang baru.
  • Untuk memfokuskan suara, ibu bisa menggunakan kertas yang digulung atau selang yang ujungnya diberi corong dan ditempelkan ke perut ibu.
Demikian yang pernah disampaikan seorang ibu nara sumber. Alhamdulillah, anak yang distimulus dengan al Quran akan mempunyai beberapa kelebihan dalam kebaikan. Insya Allah jiwanya hanif, mudah dinasihati, dan secara kecerdasan- menurut penelitian- juga lebih baik jika dibandingkan dengan anak tanpa treatment. Kita bisa lihat sendiri mungkin pada hafidz-hafidz cilik yang kini mulai banyak di Indonesia.

Memang butuh perjuangan dan konsistensi. Saya sendiri, selaku Phd mommy kadang tak bisa menerapkan full step-step ini. Alasan tagihan paper dan chapter sering kali membuat saya harus banyak fokus di depan laptop.
Namun, saya mensiasatinya bahwa, aktivitas saya di depan laptop juga harus membawa benefit buat dedek janin.
Maka, pola kerja saya, saya modifikasi seperti berikut ini:

  • Ummi menyalakan laptop. Buka file kerjaan/tugas Ummi dan fokus pada kerjaan
  • Sementara Ummi kerja, Dede janin dengerin murottal dari qori yang Ummi pilih sebanyak satu juz.
  • Setelah satu juz selesai, kita istirahat bareng. Rebahan..
Nah, kadang Ummi harus berjam-jam depan laptop.
Misal, kurang lebih 4 jam.
Maka pada hari itu dedek akan menyimak bacaan 4 juz yang berbeda.
Polanya misalnya: Juz 30, rehat; juz 29, rehat; juz 28-rehat dan juz 1 lalu rehat. Begitu tiap hari.  Semoga istiqomah sampai bulan ke-9. Aamiin.

Tapi Ummi usahakan tiap hari ada stimulasi dari suara Ummi yang langsung disimak oleh Dede.  Apakah itu muroja'ah hafalan, tilawah quran, atau membaca dzikir pagi sore.
Bahkan, program Ramadhan kita salah satunya adalah sholat tarawih dengan mengeraskan bacaan Al fatihah dan surat-surat dalam sholat. Biar si Dede mendengar dan terbiasa dengan Al Quran.

Kalo menurut salah satu nara sumber sih, diharapkan selama hamil, janin bisa khatam 30 juz setidaknya 5 kali, bahkan sembilan kali. Itu artinya, Ibunya harus target 1 juz perhari. 
Silakan saja dicoba praktekkan. Semoga mampu dan diistiqomahkan.

Demikian, sesi sharing kali ini. Next tulisan insya Allah bagaimana setelah bayi lahir..
Allahu a'lam bisshowab

Gombak, 11Mei 2020.
*Tulisan ini membutuhkan waktu sekitar 1 jam. Ummi nulis, Dede nyimak juz 1 dari Abu Usamah


Minggu, 10 Mei 2020

Menyiapkan Anak menjadi Penghafal Quran (1)

Hingga saat ini, dalam berbagai perjalanan yang melibatkan perbincangan tentang anak, tak jarang saya mendapati komentar-komentar miring, bahkan menusuk tentang keberadaan keempat anak saya. Mulai dari tudingan kebobolan, kejar tayang, hingga tidak mengikuti anjuran pemerintah, hehe. Karena jumlah anak saya yang empat orang itu dianggap menyalahi program pemerintah. 

Usia keempat anak saya memang tidak terlalu terpaut jauh. Basusun paku, kata orang Padang. Anak kedua lahir saat anak pertama berusia 13 bulan. Anak ketiga lahir saat anak kedua berusia 16 bulan. Sedangkan anak keempat lahir saat anak ketiga berusia 27 bulan. Jadi saat anak keempat lahir kakak pertamanya usia 56 bulan. Jadi, saya mengalami suatu fase dimana saya harus mendampingi pengasuhan 4 balita.




Bagaimana mengelola dan menjalankan peran sebagai ibunya?
Sama seperti ibu-ibu lain. Bangun di awal pagi menjelang subuh. Kemudian mensucikan diri untuk persiapan sholat subuh. Termasuk mensucikan si kecil dan anak yang lebih besar. Alhamdulillah, sejak kecil, mereka akrab dengan masjid dan mulai biasa ikut subuh ke masjid. Selanjutnya menyiapkan sarapan, memandikan anak-anak, menyalin bajunya, menghidangkan sarapan dan makan bersama, menyiapkan bekal suami dan anak kesatu yang sudah di TK A dan menghantarkannya hingga ke pintu pagar.

Setelah itu, mulai beres-beres, merendam cucian, belanja ke warung, menyapu rumah hingga halaman, mencuci pakaian kotor terutama pakaian si bayi yang pastinya kena najis hingga menjemurnya. Selanjutnya menemani anak-anak bermain, belajar, kadang sambil baca-baca atau menyiapkan materi untuk mengajar. Hobi lain yaitu membuat cemilan untuk anak-anak dan terakhir menyiapkan makan siang. Menjelang asar, bersiap masuk kerja sebagai pengajar di sebuah kampus di Batam, hingga pukul 21.00.

Capek? Mestilaaah.
Apalagi semua dikerjakan sendiri tanpa bantuan ART.
Tapi jangan khawatir, karena ada dua jagoan yang akan selalu sedia memijit dan menginjak-injak punggung emak yang keletihan. Sambil belajar berhitung satu hingga sepuluh, satu hingga seratus. Sambil menyenandungkan surat-surat pendek dari juz tiga puluh. Belajar dapat, bermain dapat. Alhamdulillah.

Kapan istirahatnya?
Kapan tidurnya?
Well…waktu istirahat buat saya pada waktu itu adalah ketika sholat dan menyusui. Karena pada saat itulah, anak-anak yang lebih besar menjadi lebih mudah dikondisikan. Tentu saja sebelumnya saya sudah sounding-sounding bahwa kalau Ummi sedang sholat atau menyusui, diharapkan anak-anak tenang dan tidak mengganggu.

Kalau waktu tidur sih, sebutuhnya. Bahkan menurut saya, seorang ibu berbayi sesungguhnya ‘tidak pernah tidur’. Selelap apapun tidur ibu, ia akan terjaga ketika bayinya merengek. Maka, tak jarang saya tertidur saat sedang bermain bersama mereka, atau sedang menyusui si bayi.

Bukan ibu yang baik? Mungkin.
Tapi, anak-anak saya tak pernah protes. Mereka bahkan sering menyarankan saya untuk istirahat alias tidur jika saya terlihat sangat mengantuk atau merasa kurang sehat.
“Ummi bobok saja, kami bisa main sendiri.” Begitu ujar mereka.

Anak-anak usia segitu bisa berempati juga. Dan saya dengan senang hati akan menerima tawaran itu. Tentu saja setelah mengunci pintu pagar dan pintu depan agar mereka tidak bisa kabur keluar.


Saya dan suami menargetkan anak-anak untuk bisa menghafalkan Al Quran. Tentu saja, ini harus dimulai dari diri kami sendiri. Saya pribadi, paling tidak suka yang namanya menghafal. Juz 30 saja saya rampungkan ketika saya menjadi pengajar TPA di sebuah masjid di perumahan di Batam. Namun target saya, sebelum menikah harus sudah hafal juz 30. Biidznillah, azzam itu tertunaikan. Alhamdulillah.

Banyak program, yang kami rancang di masa awal kami menikah untuk meningkatkan kapasitas ruhiyyah. Namun, tidak semuanya berjalan lancar karena berbagai hal. Terutamanya karena kami kurang istiqomah, Nastaghfirullah.. Namun, untuk program menyiapkan anak-anak sebagai penghafal al Quran, kami sudah mencanangkan dari diri kami sendiri. Setidaknya, untuk saya, saya sudah menguasai juz 30 itu, hehe..

Berikut ini beberapa langkah yang kami dilakukan dalam menyiapkan anak-anak menjadi penghafal al Quran:

1. Berdoa
Doa adalah hal yang utama. Tanpa doa, sangat tidak mungkin keinginan untuk mendapatkan anak yang shalih akan terwujud. Menyitir Ustadz Muhammad Abduh Tuasikal dalam bukunya Amalan yang Langgeng dikatakan bahwa kesholihan didapati dengan taufik dan petunjuk dari Allah. Karena hidayah terletak di tangan Allah, maka tentulah kita harus banyak memohon kepada-Nya. Beberapa doa yang bisa diamalkan diantaranya: Doa Nabi Ibrahim as (QS. Ash Shaffat: 100), doa Nabi Zakariya as (QS. Ali Imron: 38) dan doa hamba Allah yang beriman (QS. Al Furqan: 74). Dan doa orang tua kepada anaknya adalah salah satu doa yang mustajab. Maka, hendaklah kita selaku orang tua selalu mendoakan yang baik-baik untuk anak-anak kita.

2. Memilih pasangan yang baik.
Mencetak anak yang sholih/ah, sesungguhnya bukan dimulai dari semenjak anak dilahirkan, namun jauh sebelum itu. Yaitu dengan memilih pasangan hidup yang baik. Para lelaki sangat dianjurkan untuk memilih istri yang sholihah, karena di tangan istrilah pembinaan anak-anak pada masa awal kehidupannya akan berlangsung. Sebaliknya, kita selaku para wanita, juga harus memantaskan diri untuk menjadi seorang pasangan yang baik alias sholihah.

3. Mengonsumsi hanya makanan yang halal dan baik.
Kriteria ini penting, namun kadang kita mengabaikannya. Bisa jadi karena ketidaktahuan atau karena hanya ingin praktisnya saja. Makanan yang halal dan thoyyib akan mempengaruhi pertumbuhan fisik dan jiwa anak. Bagi saya pribadi, halal adalah hal yang wajib. Kalau aspek thoyyib, kadang bisa ditoleransi, sepanjang tidak membahayakan. Misalnya, dulu saya dan suami menghindari makan bakso karena banyak mengandung MSG, dan melarang anak-anak batita itu jajan bakso. Ketika saya hamil anak ketiga dan kepengen bakso, si nomer dua itu nyeplos, “Bakso gak sehat!” . Akhirnya saya hanya gigit jari dan membuang jauh-jauh keinginan makan bakso, hehe.

4. Mengenalkan anak-anak dengan agama dan Al Quran sejak dini.
Sejak dinyatakan hamil, saya dan suami merutinkan memperdengarkan bacaan al Quran kepada janin di perut. Baik melalui bacaan sendiri, maupun melalui bacaan murottal. Kami percaya, ini akan memberikan efek yang sangat luar biasa dan mempermudah anak-anak untuk menghafal, kelak. Dan itu terbukti. Anak pertama hingga ketiga lebih mudah menghafal Al Quran dan familiar dengan bahasa Arab.

Selanjutnya, ketika mereka sudah di dunia fana, kegiatan ini diteruskan. Aktivitas menjelang tidur kami adalah membaca doa pengantar tidur berupa ayat kursi, dua ayat terakhir surat Al Baqarah, 3 Qul (Al Ikhlas, Al Falaq dan An Naas) serta doa mau tidur dan doa perlindungan dari syaiton. Jika masih belum tidur, dilanjut dengan melafalkan surat Al Fatihah dan surat-surat pendek lainnya sesuai permintaan anak-anak. Al Fatihah ini kami tekankan karena keutamaannya, dan karena kami ingin memperoleh aliran pahala dari setiap lantunan al Fatihah yang keluar dari lisan anak-anak kami kelak. Maka, menjadi semacam tugas wajib bagi saya dan suami untuk mengajari anak-anak membaca al Fatihah dengan sesempurna mungkin.

5. Menyiapkan anak agar bisa membaca al Quran sebelum usia sekolah.
Bagi kami, ini penting. Mengenalkan huruf hijaiyyah dan iqro terlebih dahulu sebelum mereka bisa membaca huruf latin. Alhamdulillah, 3 anak pertama sudah memenuhi target. Jika pun belum bisa membaca, maka penekanannya adalah dengan menghafal. Keajaiban yang sering kali saya dapati adalah anak-anak jauh melampaui target saya. Misalnya, di usia 2 tahunnya, anak kedua mampu menghafal surat Adh Dhuha hanya dalam waktu sehari. Di usia 3 tahunnya, anak-anak itu sudah mampu menghafal lebih dari separuh juz 30. Anak kedua bahkan mampu menghafal 50 ayat pertama surat Al Baqarah dari menyimak lantunan murottal yang diputar di masjid setiap menjelang maghrib, dan banyak surat-surat lain yang kadang saya sendiripun belum mengajarkannya. Semisal, dia sholat dhuhur dengan bacaan surat Al Insaan atau ayat-ayat pertama Al Kahfi. Alhamdulillah, Allah memberikan kemampuan anak-anak dalam menghafal hanya dari mendengarkan murottal.

6. Program mengaji bersama
Program ini bentuknya bermacam-macam. Bisa dengan muroja’ah bersama, lomba sambung ayat, panggung baca Quran atau bentuk yang lainnya sesuai kreatifitas untuk meningkatkan bacaan dan hafalan. Saat ini, program yang dirancang suami selain program wajib murojaah adalah merutinkan membaca dzikir pagi dan sore, Al Kahfi pada hari Jumat, dan membaca surat As Sajadah dan Al Mulk setelah sholat Isya. Belum sebulan program ini launching, si nomer dua sudah hafal As Sajadah. Maasya Allah. Tentu saja, orang tua harus menjadi teladan yang baik bagi anak-anaknya. Maka, sudah sepantasnya orang tua terus memperbaiki diri dan kesholihannya.

Memiliki empat balita dengan karakter berbeda dan irama tubuh yang berbeda, tentu saja penuh dinamika. Tidak mudah untuk selalu bermanis muka. Perlu banyak stok sabar dan energi ekstra untuk tetap bisa melayani segala keinginan dan kebutuhan mereka. Perlu ilmu diplomasi dan ketegaran hati untuk tidak menuruti semua keinginan mereka. Alhamdulillah, semua itu menjadi pembelajaran bagi saya, yang sebelumnya tidak pernah betah untuk tugas momong anak.

Terkadang, saya kehabisan stok energi. Lalu saya akan meminta mereka supaya beramai-ramai menyalurkan energi mereka dengan memeluk dan mencium saya. Maka, nikmat yang mana lagi yang engkau dustakan?

Tak jarang juga, saya kehabisan stok sabar sehingga terpaksa harus mendiamkan diri saya sejenak, berlama-lama dalam sujud, atau memperlama di kamar mandi mengurai letih dengan lulur dan shampoo wangi.

Senandung pengurai penat saya adalah lantunan adzan dan bacaan Al Quran dari mulut-mulut mungil mereka. Hiburan saya adalah semua tingkah pola lucu dan lugu mereka. Berebutan menjadi muadzin, rebutan menjadi imam atau rebutan peran sebagai khalifah pemimpin perang dengan kuda dan pedang di tangan. Oh ya, tiga dari 4 anak saya adalah lelaki. Maka, berkumpul dengan anak-anak menjadi suatu kebahagiaan tersendiri buat saya, seorang ibu yang kini terpaksa harus berjauhan karena suatu tugas. Segala penat, letih akan terurai melihat ceria mereka, mendengar senandung mereka, menyimak lantunan al Quran dari lisan mereka.

Pada akhirnya, saya memang merasa harus lebih banyak bersyukur atas anugerah berupa anak-anak yang insya Allah sholih-sholihah, penyejuk mata dan hati. Semoga Allah berikan petunjuk dan kemampuan bagi saya dan suami untuk terus istiqomah membimbing mereka sesuai tuntunan Al Quran dan sunnah Rasulullah saw. Aamiin.


*tulisan ini pernah memenangi event Inspirasi Bunda adalah Cinta yang digelar threrealummi tahun 2017
*dengan beberapa modifikasi

Minggu, 03 Mei 2020

Tetap Produktif WFH selama Ramadhan

Hampir satu setengah bulan sudah kita menjalani Work From Home alias WFH.
Iyya, kehadiran corona di muka bumi ternyata telah menghadirkan banyak perubahan dalam keseharian kita.

Bagi kalangan guru, dosen dan pendidik umumnya, WFH membuka mata bahwa ada banyak metode yang bisa dilakukan untuk tetap melaksanakan pembelajaran atau perkuliahan. Tak sekedar hadir di kelas atau sesekali kuliah lapangan. WFH juga menuntuk guru/dosen lebih kreatif dalam menyajikan konten pembelajaran. Tak sekedar menyiapkan bahan kuliah, namun juga diharapkan mampu mengemasnya dalam paket yang istimewa: mudah dipahami, tepat sasaran dan menarik tentu saja.
Walaupun terpaksa, dan harus mengerahkan energi ekstra, namun apa mau dikata? Demi tetap terlaksananya dan tercapainya tujuan pembelajaran, kenapa tidak?

Bagi orang tua dengan anak-anak yang SFH alias Study from home, episode corona juga membuka mata. Bahwa menjadi guru, bahkan bagi anak-anak sendiri, itu tak mudah. Bahwa harus banyak keterampilan dan kesabaran yang perlu dipersiapkan setiap harinya dalam menghadapi para siswa. Kedepannya, semoga para orang tua bisa berempati dengan jerih-lelah para guru dalam mendidik dan membimbing anak-anak mereka. Aamiin.

Bagi sebagian pekerja dan mahasiswa seperti saya, WFH ini menggoreskan cerita tersendiri. Antara kekecewaan karena tidak bisa menjalankan banyak aktivitas harian, namun juga menjadi sarana melepas kebosanan dari rutinitas yang selama ini dijalani. Kerja, kerja, kerja!

Ramadhan, saat ini juga telah memasuki pekan kedua. Masa adaptasi atau penyesuaian telah terlampaui. Sebagai seorang muslim, kita dituntut untuk tetap produktif dalam berbagai rutinitas harian kita. Baik ibadah, maupun dalam bermuamalah.

Dalam surat Al Insyirah ayat 7, Allah berfirman: Faidza faraghta fanshob.
Yang artinya: Maka apabila engkau telah selesai (dari sesuatu urusan), tetaplah bekerja keras (untuk urusan yang lain).
Perhatikanlah bahwa ayat ini tidak menyuruh kita istirahat ketika selesai dengan suatu pekerjaan, namun memerintahkan kita selaku muslim, untuk berlaku produktif dalam setiap amalan/kerja kita.

Nah, dalam tulisan ini, saya akan berbagi tips agar tetap produktif selama WFH di sepanjang Ramadhan.

1. Luruskan niat
Sesungguhnya setiap amal tergantung pada niatnya. Maka niat harus diset dengan benar. Niatkan aktivitas kita karena Allah, agar amalan/aktivitas tersebut bernilai ibadah.

2. Tentukan target
Banyak orang yang terlena dan akhirnya menyiakan waktunya karena tidak punya target yang jelas. Padahal, menentukan target ini penting untuk memudahkan kita mengevaluasi capaian. Target utama yang sifatnya kompleks bisa dipecah menjadi target-target harian yang lebih kecil sehingga memudahkan kita untuk mencapai, sekaligus mengevaluasinya. Misalnya, target mengkhatamkan Al Quran dua kali sepanjang Ramadhan. Dari target itu, kita bisa memecahnya menjadi target harian yang lebih memungkinkan untuk dicapai. Misalnya dengan mengagendakan 2 jam perhari untuk tilawah. 1 jam di rentang waktu subuh-dhuhur untuk khatam 1 juz, 1 jam lagi di rentang waktu maghrib-bada isya untuk khatam 1 juz berikutnya. Atau, bisa dengan model lainnya sefleksibel dan nyamannya diri kita.

3. Atur dan kondisikan diri dan waktumu.
"Jika ingin suatu pekerjaan cepat rampung, berikan tugas itu pada orang sibuk" demikian pepatah orang bijak.
Berbeda dengan orang biasa, orang sibuk biasanya akan lebih bertanggung jawab soal tugas. Orang dengan beban kerja sedikit dengan tenggang waktu yang lama, punya kecenderungan untuk bersantai-santai. Sehingga, pekerjaan yang diharapkan cepat selesai, bisa jadi akan molor beberapa lama.
Manajemen waktu memang susah-susah gampang. Bukankah salah satu nikmat yang sering membuat kita tertipu adalah waktu luang? Dengan alasan masih banyak waktu, kita cenderung menunda mengerjakan suatu pekerjaan.

Ramadhan, kadang membuat kita berapologi dan merasa sah-sah saja untuk bermalas-malasan. Banyak dari kita yang memanfaatkan waktu pagi untuk menebus waktu tidur yang terpotong.
Nastaghfirullah... Padahal pagi adalah waktu yang tepat untuk produktif dan memanen pahala.

Selain mengatur waktu, kita juga sebaiknya mengkondisikan diri. Mungkin, WFH yang membebaskan kita dari seragam dan aturan-aturan tertentu akhirnya membuat kita merasa santuy. Maka, tak ada salahnya, kita melalui aktivitas WFH kita sebagaimana hari-hari normal kita bekerja. Mandi sebelum subuh, sholat subuh dan dzikir pagi plus tilawah, bersiap bekerja sesuai dengan jam kerja yang aslinya dan memakai kostum yang representatif bisa membuat kita termotivasi untuk produktif. Waktu sarapan dan perjalanan menuju kantor bisa kita isi dengan tilawah al quran atau membaca buku yang bermanfaat, dan seterusnya. Yang jelas, kita kondisikan diri dan waktu kita sebagaimana hari-hari normal kita bekerja.

4. Hadirkan waskat.
WFH memungkinkan kita untuk bekerja tanpa pengawasan dari atasan. Pemikiran bahwa 'yang penting tugas selesai' kadang melenakan kita sehingga membuang-buang waktu tanpa kita sadari yang berujung pada keteteran dan akhirnya kerja asal jadi.
Soal kualitas? Nomer tiga belas.
Nah, menghadirkan perasaan diawasi oleh atasan, bisa membantu kita untuk tetap fokus pada tugas-tugas dan target harian kita. Toh, pada kenyataannya kita memang selalu diawasi, bukan?

5. Fokus
Hal yang bisa memecah fokus kita pada pekerjaan salah satunya adalah gadget. Tak dipungkiri, gadget yang memudahkan kita berinteraksi dengan sesama penghuni dunia maya telah mengambil begitu banyak waktu dan fokus kita. Simpan atau matikan gadget selama jam kerja. Atau setidaknya, jauhkan dari jangkauan tangan sehingga tidak membuat kita tergoda untuk sering mengintipnya.

6. Evaluasi capaianmu
Evaluasi, penting untuk mengetahui sampai dimana progres atau kemajuan kita.
Evaluasi, bisa dilakukan harian, mingguan atau periode tertentu tergantung target kerja yang kita buat. Segera perbaiki kinerja, jika hasil evaluasi menunjukkan progress yang tidak signifikan. Dengan demikian, apa yang telah kita rencanakan akan dapat kita capai dengan optimal. Ingat, apapun kerja kita, semua kelak akan ada pertanggungjawabannya.

Mari, belum terlambat untuk berbenah dan memulai hidup yang lebih berkualitas. Masih dua mingguan lagi hari-hari berkah Ramadhan. Semoga dengannya kita dapat menempa diri menjadi muslim/ah yang lebih berkualitas.
Allahu a'lam bisshowab.

Gombak,03052020







Sumber: pinterest.com