Rabu, 11 September 2013

Anak-anak, Lebaran dan Angpau



Apa yang paling menyenangkan dari lebaran bagi anak-anak?
Baju baru?
Sepatu baru?
Kue-kue?
Atau… Uang Angpau?
Setidaknya, itulah yang mungkin akan terlontarkan dari mulut anak-anak pada umumnya kalau ditanya tentang lebaran.
          

Lebaran yang baru lalu, kukira akan ada hal yang berbeda.  Tetapi tidak untuk ketiga permataku.  Tak ada yang minta baju atau sepatu baru buat lebaran.  
Memang kami tidak menanamkan "tradisi" itu.  Yang penting bersih dan layak pakai.  
So, kalau tetangga sebelah sudah pusing dengan tuntutan baju baru dan sepatu baru buat lebaran dari anak-anaknya sejak hari kedua Ramadhan, maka ketiga permataku anteng-anteng saja.  Baju baru tidak harus ada saat mau lebaran, kalo ada rizqi lebih, Insya Alloh dapet baju baru dan boleh beli kapan saja, tak harus tunggu lebaran.
          
Lantas apa yang menarik dari lebaran buat mereka?Takbiran dan Sholat di lapangan.  Itu yang membuat mereka bersemangat.
Mas Irsyad bahkan wanti-wanti mau pakai baju coklat yang dalam persepsinya "baju takbir" karena dulu belinya waktu mau takbiran di usia 2 tahunnya (Sekarang usianya mau 4 tahun).  Padahal ada bajunya yang jauh lebih baru, dan masih fresh warnanya ketimbang baju coklat takbirnya itu, hehe.

Beberapa hari menjelang lebaran, mereka selalu bersemangat saat mendengar takbir, dan menantikan hari Ied itu tiba.  
Tak ada persiapan khusus.  
Hanya saja, aku yang khawatir dan was-was bakal mengecewakan mereka.  Khawatir tak bisa nemani ke lapangan lantaran keburu melahirkan.

Hari Iedul Fitri tiba, dan mereka dengan semangat bangun pagi, mandi dan bersiap ke lapangan.  Tak sabar sepertinya.  Berhubung kondisi hamil tua, maka kami memilih sholat di lapangan kompleks saja.  Si Umar bahkan dengan gagahnya melangkah sendiri meninggalkan rombongan, menuju ke lapangan masjid. Di sela-sela rintik hujan, semua tampak ceria walau tanpa baju dan sepatu baru. 
Beda banget dengan anak-anak tetangga.. 
Alhamdulillah...

Hal kedua tentang lebaran yang diminati anak-anak umumnya adalah uang angpau, yang akan diperoleh dari salam tempel atau kunjungan ke rumah-rumah. 
Tetangga (lagi-lagi) bahkan setengah mengeluh, kalau anak-anak di kompleks sini bahkan kadang "namu" berulang-ulang untuk mendapatkan uang saku tambahan itu.     
Lagi-lagi hal berbeda kutemui pada anak-anakku.  

Lebaran tahun lalu, mereka bahkan tak mengerti, bahwa amplop yang diselipkan oleh para tetua yang kami kunjungi itu bakal membuat mereka mendadak kaya.  Mereka terima saja amplop itu, lalu diserahkan padaku untuk disimpan. 
"Nih Mi!" Begitu ucapan Kakak dan Mas Icad, tiap kali dapat amplop.
Lugu banget, hehe.
          

Pas sampai di rumah, ketika iseng mereka menanyakan amplop-amplopnya, mereka surprais, 
"Ih, Ummi, ini ada uangnya!" begitu teriak mereka.  
Dan aku cuma tertawa geli.

Berbeda dengan sekarang (mereka sudah mengenal uang jajan dan sudah pandai jajan), tradisi angpau ini sempat membuatku khawatir akan anak-anak.  Aku memang tidak begitu setuju, dengan tradisi  yang menurutku kurang mendidik karena membuat niat silaturrahmi yang tulus jadi kabur.  Khawatirnya, ketika agak besar, anak-anak hanya akan ikut berkunjung karena mengharapkan angpaunya.
Bukan tanpa alasan.  

Tak jarang, kudengar anak-anak usia SD bergerombol membicarakan tentang rumah incaran mereka yang tuan rumahnya ngasih angpau dengan nominal cukup besar.  
Bahkan pernah ada komentar begini, "Wah, janganlah.. aku gak mau kalau ke rumah Pak X.  Kalau ke sana, kita gak dikasih angpau, cuma salaman sama kue-kue doang."  
Padahal Pak X ini adalah guru mereka.

Alhamdulillah, si Adek ngasih tanda akan segera hadir seusai sholat Ied.  
Jadi, lebaran ini tak banyak pergi berkunjung.  Lagi pula, teman-teman banyak yang pulang kampung. 
Tapi yang namanya rejeki, memang sudah ada jatahnya.  
Walaupun gak ngider, anak-anak tetap dapat uang angpau dengan jumlah yang lumayan.  Ketika ditanya, untuk apa uangnya, mereka menjawab, “Yang keras uangnya buat naik haji, yang lembut buat beli jajan.”

Maasya Allah... kepikirannya malah buat naik haji… 
Sama sekali tak terpikirkan olehku sebelumnya jawaban seperti itu.  
Kukira mereka akan menagih janji beli mainan, sepeda, baju atau lain-lainnya yang sebelumnya pernah mereka utarakan.
Akhirnya, sebagai orang tua yang baik, demi melaksanakan amanat, menyalurkan aspirasi dan memfasilitasi cita-cita mereka, tanggal 14 Agustus itu, Abinya menemani Irsyad sebagai perwakilan mereka, membuka rekening di salah satu bank syariah untuk menitipkan tabungan haji mereka.  





Barokallohufiikum
Semoga Alloh sampaikan hajat dan cita-cita kalian untuk berkunjung ke rumah-Nya.  Aaamiin





Tidak ada komentar: