Selasa, 04 April 2017

Tentang Mengajarkan Adab pada Anak

Beberapa waktu lalu, saya sempat membuat status di fb, tentang kegusaran saya tentang adab yang bunyinya begini:
"Bahkan, anak kecilpun tau kalau kalo masuk rumah orang mesti ketuk pintu dan ucap salam"
dengan tagar ajarianakadab

Bukan mengapa, ini tentang adab seorang muslim/ah terhadap muslim/ah yang lain.

Saya tinggal di sebuah asrama/dormitory (disini disebut mahallah) di blok PG, blok khusus untuk mahasiswa post graduate.
Bangunan itu berlantai tiga, dengan masing-masing lantai berisi sekitar 11 room. Tiap satu room berisi 5 bilik, 1 bilik umum yang terletak di tengah sebagai ruang berkumpul merangkap dapur, dan 4 bilik lainnya, masing-masing dihuni oleh satu orang.
Nah, sehubungan semuanya adalah mahasiswa PG, maka interaksi kami tidak bisa dibilang intens, sangat jarang, karena selain fakultasnya berbeda, jadwal kuliah yang berrbeda, beberapa roommate saya juga nyambi bekerja. Nyaris, sayalah yang sering berpotensi paling banyak tinggal di room kami.

Ketiga roommate saya masih usia muda, mereka ambil master. Ketiganya Melayu. Dan saya rasa ketiganya berasal dari keluarga berpunya.
Namun, dua dari tiga roommate saya ini saya rasa agak bermasalah. Entahlah, saya merasa mereka mereka punya pandangan rendah terhadap orang Indonesia, dilihat dari sikapnya terhadap saya yang sangat jauh berbeza (eaaa...) dengan sikapnya terhadap sesama mereka.
Saya bukan berprasangka, karena ternyata satu roommate saya yang juga asli Melayu berpraduga serupa.  It's oke. Tak masalah buat saya.

Yang jadi masalah buat saya adalah, dalam interaksi sehari-hari, saya sering terkaget-kaget dengan sikap mereka, tiba-tiba muncul di pintu tanpa salam tanpa ketuk, atau ketika keluar dengan setengah membanting pintu, tanpa pamit dan tanpa salam..
Hellooo... anda muslimah bukan?

Saya jadi kangen dengan kehidupan keseharian bersama anak-anak saya di Batam, Kota terrakhir yang kami tinggali bersama (hiks...). Anak-anak yang selalu ijin saat mau keluar kadang sambil berlari mengucap salam. Masuk pun selalu ucap salam. Bahkan dalam beberapa kesempatan si Adek Utsman terburu-buru masuk tanpa salam, dia akan mengucapkan salam ketika berjumpa denganku atau orang lain di dalam rumah. Aaahhh.. jadi kangen Utsman dan semuanya.
Anak-anak pun selalu diajarkan untuk berdoa, setidaknya membaca bismillah saat masuk rumah dan menutup pintu. Walau sesekali mereka lupa, setidaknya dalam keseharian hal-hal tersebut mulai melekat.

Kadang saya bertanya-tanya, tidakkah mereka diajarkan bagaimana bersikap dalam keluarga?
Ini sepele lho sebenarnya. Tapi saya merasa ini masalah. Ucapan permisi dan salam masih sulit terucapkan dari lisan mereka. Kalau datang, buka pintu, masuk, tak ada sapa, bahkan sekedar "hai", buru-buru masuk ke kamar dan tutup pintu, sampai entah.
Saat pagi tiba, biasanya sayalah yang membuka semua jendela.  Saya tak tahu jam berapa mereka keluar kamar. Namun keresahan kami, saya dan seorang teman tentang ibadah, membuat kami memaksakan diri mengetuk pintu-pintu yang tertutup itu setiap pagi, maksimal tiga kali. Setelah itu baru kami beraktifitas yang lain.
Ahh... entah.
Kadang saya berpikir untuk tidak terlalu jauh memikirkan soal ini. Tapi sisi hati lain selalu mengingatkan bahwa ini tanggung jawab saya juga selaku penghuni room 2.9.  Saya seperti mendapat gambaran masa depan tentang perilaku anak-anak yang tidak dikenalkan dengan adab oleh orang tuanya.
Saya jadi ingat sebuah pepatah,"Belajar di waktu kecil bagaikan menulis di atas batu, belajar sesudah besar bagai menulis di atas air."
Saya dan suami selalu percaya, bahwa masa kecil lah masa-masa yang paling baik untuk menanam. Tentu saja yang saya maksud di sini adalah menanam benih-benih kebaikan.

Ajarkan adab pada anakmu, sebelum engkau mengajarkannya ilmu, (saya pernah membaca perintah ini, cuma lupa redaksinya dari siapa). Adab kepada Allah, kepada agama, kepada orang tua, kepada sesama, barulah kemudian kita mengiringinya dengan ilmu. Harapannya anak terbiasa dulu, sehingga bisa menjadi akhlak kesehariannya.
Kita banyak menjumpai orang-orang yang mendalami suatu bidang ilmu, namun kadang kita jumpai mereka tidak memiliki adab. Gonjang-ganjing pilkada Jakarta dan penistaan ulama makin menguatkan kita tentang contoh betapa adab sangat penting diajarkan pada anak, sedini mungkin.
Inilah salah satu pe-er kita, pe-er orang tua sepanjang jaman untuk anak-anak, bukan hanya anak kita, namun juga anak-anak di sekitar kita.


Gombak, KL
4/4/17



Tidak ada komentar: