Sabtu, 25 November 2017

Di balik CFP Adiwidya Kamil Pasca ITB


Di postingan sebelumnya, aku sudah pernah menceritakan tentang CFP Adiwidya Kamil Pasca ITB. Lihat disini


Naah, di postingan ini, aku mau cerita keseruan dan kisah sedih di balik kegiatanku mengikuti even itu.

Awalnya sih gak terlalu minat. Tapi karena penasaran pengen nyoba yah sudah akhirnya memaksakan diri.
Oke, bersiap nulis abstrak dulu. Karena memang peserta harus mengirimkan abstrak untuk seleksi awal.

Kebayang gak sih, menulis abstrak sementara papernya sendiri masih di awang-awang? Hehe... Swuussyaah..
Kata temanku, ini abstrak yang benar-benar abstrak.
Iyya, karena abstrak itu sebetulnya intisari dari tulisan yang memuat latar belakang, masalah, metode dan kesimpulan.
Lah, ini tulisannya belum dibuat, tapi sudah kudu setor abstraknya.
Gak papa lah, aku menyemangati diri. Bismillah saja.
Nulis.

Karena memang tipe penulis moody, yang adrenalinnya keluar dan otaknya bisa bekerja dalam kondisi deadline dan underpressure, abstrak itu baru selesai beberapa hari saja menjelang deadline pengiriman abstrak ditutup. Apalagi, saat itu kejar tayang sama revisi naskah untuk ICICS 6 di Palembang plus paper presentation-nya.
Tapi syukurnya, sempat minta tolong direview oleh seorang kolega yang juga bertugas sebagai auditor halal di LPPOM MUI Palembang.

29 September akhirnya abstrak itu selesai.
Sore itu dikirim dan menerima konfirmasi bahwa pengumuman akan keluar seminggu kedepannya.
Ternyata, petang itu juga dikabari bahwa bapak kritis.
Galau, pengen pulang tapi belum lama juga balik ke asrama.
Dalam kesedihan terdalam hanya bisa mengirim doa sebanyak-banyaknya untuk Pak tercinta, untuk kesembuhan dan untuk keputusan yang terbaik menurut Allah.

Hari itu Jumat, dan sore itu adalah waktu diijabahnya doa-doa.
Selepas maghrib, aku turun ke kantin dan akhirnya menerima kabar bahwa Pak sudah berpulang.
Innalillahi wainna ilaihi roojiúun.
Berupaya menguatkan hati, dan meminta bantuan teman untuk memesan tiket pulang.

Malam itu juga berangkat menuju KLIA. Paginya sudah sampai di Palembang dan langsung menuju rumah Pak di Talang Balai. Alhamdulillah masih bertemu dengan jenazahnya, menciumnya dan mengantarkannya ke peristirahatan terakhir.

Beberapa waktu, adiwidya ini terlupakan, hingga suatu hari suami mengabari bahwa abstrakku lolos dan diminta untuk mengirimkan full paper. Alhamdulillah.

Habis dari Palembang, aku nyamperin anak-anak ke Yogya, gak langsung ke KL. Pikirku, mau nulis di Yogya saja. Lebih sepuluh hari di Yogya, paper tak kunjung kelar.
Namun, akhirnya rampung menjelang deadline penyerahan. 
Tanggal 19 Oktober malam paper terkirim, deadlinenya tanggal 20, hiks. Terus, dapat konfirmasi lagi bahwa pengumuman 15 terbaik akan disampaikan tgl 24 Oktober.

What???
Aku sudah booking tiket untuk balik ke KL tanggal 24 Oktober.
Ah, tapi, sepertinya paperku gak bakal masuk nominasi, apalagi itu paper tidak melalui proses review yang seharusnya.
Yang nulis, ngedit dan mereview aku sendiri, hihi.
Lagipula suami berkeberatan jika aku pergi sendiri ke Bandung untuk kegiatan itu.
Okehhh.. tak apa. Itung-itung ajang latihan nulis.
Setidaknya, jika paper itu terpilih untuk diterbitkan di prosiding sudah lumayan. Jadi bisa diklaim buat publikasi ilmiah.

Ternyata, pengumuman 15 terbaik diundur jadi tanggal 25 Oktober.
Sebelumnya aku sudah reschedul penerbanganku ke tanggal 5 November.
Eh, galau juga, ketika dari kampus tiba-tiba ada pengumuman bahwa pembayaran segala tagihan kuliah paling telat tanggal 23 Oktober.
Posisi di luar negara, dan belum urus Certification Letter (CL), hiks.
Belum mengajukan pembayaran juga ke sponsor karena harus melampirkan CL, karena kepulangan ke Indonesia yang mendadak.

Beruntung ibu pejabat Head of Department INHART berbaik hati mau meng-approve permintaan CL via email dan mengirimkannya hari itu juga, yaitu tanggal 27 Oktober.
Alhamdulillah... Makasih Dr. Betania.

Alhamdulillah juga, akhirnya suami mengizinkan berangkat, dengan catatan ditemani si adek Real. Akhirnya menugaskan dek Real untuk membookingkan tiket kereta Malang-Yogya buat dirinya sendiri, dan aku membooking tiket kereta Yogya-Bandung PP buat berdua. Done.

Dek Real tiba di Yogya senin dini hari, dengan kondisi badan panas dan pusing. Kupikir mabok perjalanan. Jadi seharian itu diterapi dan disuruh istirahat.
Qodarulloh, kondisinya makin memburuk hingga menjelang maghrib. Akhirnya, diputuskan aku berangkat sendiri ke Bandung.
Suami dan Utsman mengantarkan hingga ke peron stasiun Tugu, Yogya.

Pagi Selasa itu, akhirnya sampai di lokasi acara bersama anak-anak dari UGM. Singgah dulu di Masjid Salman ITB untuk mandi dan sarapan, lalu berjalan kaki ke Aula Timur ITB yang letaknya di seberang jalan, tak jauh dari Masjid Salman.

Setelah acara pembukaan, kami digiring ke ruang CFP untuk penjurian. Aku tampil di urutan ketiga dengan paper berjudul "Tinjauan terhadap Reaksi Maillard untuk Pengembangan Autentikasi Halal". Alhamdulillah, peserta yang tampil sebelumku juga membahas tentang gelatin. Jadi sedikit terbantu.

Aku tampil sangat biasa jika dibandingkan dengan peserta lain yang bersemangat dan memikat presentasinya. Keder juga, karena aku tahu bagaimana kemampuan public speaking-ku yang tak juga bertambah baik. Walaupun support dan motivasi dari suami mengalir, tetap saja aku nervous, hehe.
Namun, pertanyaan dari dewan penguji semua bisa terjawab.

Acara presentasinya sendiri berlangsung dari 09.30 sampai 14.30 diselingi dengan ishoma yang dipersingkat waktunya.
Setelah itu, kami kembali ke ruang utama dimana kegiatan seminar nasional dengan para pakar sebagai pembicaranya berlangsung.

Saat pengumuman pemenang, aku tak begitu antusias. Apalah diriku, yang cuma seorang pemula. Cukuplah berpartisipasi dalam kegiatan, bertemu orang-orang yang peduli dengan isu halal di Indonesia, sudah cukup menyenangkan hati.

Tiba-tiba aku terhenyak, ketika namaku disebut sebagai terbaik ketiga. Tak percaya rasanya. Tapi, adik-adik peserta yang berada di dekatku menyalami dan mengucapkan selamat. 
Bersama tim dari FEB UGM usai lomba CFP Adiwidya 5 
Alhamdulillah, walaupun 'hanya' terbaik ketiga, cukup membuat bahagia dan menaikkan self confidence si emak ini.
Gimana enggak, lha pesertanya saja dari ITB, UGM, UMS, UPI, UNDIP dan beberapa kampus dengan reputasi baik lainnya.

Terbaik pertama dan kedua adalah mahasiswa pasca sarjana ITB yang (sepertinya) telah merampungkan risetnya pada topik yang diangkat, yaitu tentang bahan alternatif untuk halal industri. Si emak ini, modalnya cuma review paper. Huhu...
Mana bawa nama Inhart dan Unrika pula di papernya.
Semoga lain kali bisa menampilkan research paper di even berikutnya.

Ketika pulang, di Stasiun Bandung, bonus pula bisa ketemu dengan mbak Desy, salah satu mahasiswa Unrika yang sekarang tinggal di Bandung. Sayang, waktu yang sempit tak memungkinkan berlama-lama di Bandung.
Sore itu juga, langsung menuju Stasiun Bandung, dan menumpang Lodaya menuju Yogyakarta.

Tidak ada komentar: