Sabtu, 22 Februari 2020

Ibroh Kembara Musa: Nasihat buat para Pencari Ilmu (Bagian 5)


Bagian terakhir dari kisah pengembaraan Musa alaihissalam adalah ketika beliau berjalan bersama Al Khadir. Di bagian 4, sudah disampaikan beberapa adab dalam menuntut ilmu. diantaranya adalah FOKUS, TAAT ATURAN, SABAR, BERSUNGGUH-SUNGGUH, MENEPATI JANJI, TIDAK MENYELISIHI GURU DALAM HAL YANG KITA TIDAK TAHU PERKARANYA.

Selanjutnya, di ayat 71 yang artinya:
Maka berjalanlah keduanya, hingga ketika keduanya menaiki perahu lalu dia melubanginya. Dia (Musa) berkata, “Mengapa engkau melubangi perahu itu, apakah untuk menenggelamkan penumpangnya?” Sungguh, engkau telah berbuat suatu kesalahan yang besar.

Ayat ini menunjukkan kepada kita, bahwa Musa menyalahi aturan dan kesepakatan yang telah ditetapkan oleh Al Khadir.
Kenapa? Karena dia mempertanyakan kepada Al Khadir apa yang secara logika tidak dia pahami. Dan ini adalah kesalahan Musa yang pertama.

Kemudian, mari kita simak apa yang diucapkan oleh Al Khadir dalam ayat 72:
Dia berkata, “Bukankah sudah aku katakan, bahwa sesungguhnya engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?”

Ayat ini mengindikasikan bahwa Al Khadir merasa tidak suka dengan apa yang dilakukan Musa, dan ia mempertegas pernyataannya semula pada ayat 68. Hanya saja, dalam ucapan yang ini, al Khadir lebih memberikan impressi/penekanan pada kalimatnya.

Selanjutnya di ayat 73, Musa mengakui kesalahannya dan memohon supaya Al Khadir tidak mempersulit/menambah bebannya. Disampaikan dalam ayat tersebut yang artinya:
Dia (Musa) berkata, “Janganlah engkau menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah engkau membebani aku dengan suatu kesulitan dalam urusanku.”

Jadi, point dari ayat ini adalah SEGERA MINTA MAAF kepada guru, jika murid berbuat salah/melanggar aturan.

Kalau kita mengilas balik fenomena zaman ini, adab ini sudah hampir sukar ditemui, karena keegoisan orang tua dan murid yang menganggap posisi mereka lebih tinggi dari pada guru, disebabkan mereka/orang tua telah membayar guru untuk mengajari anaknya. Catat ya, mengajari, bukan mendidik. (Ini opini pribadi saya, Allahu a'lam).

Selanjutnya Musa dan Al Khadir berjalan lagi sebagaimana dikisahkan dalam ayat 74, dan lagi-lagi Musa mempertanyakan apa yang dilakukan oleh Al Khadir dalam perjalannya. Artinya, Musa kembali menyalahi aturan yang ditetapkan oleh Al Khadir.

Maka berjalanlah keduanya; hingga ketika keduanya berjumpa dengan seorang anak muda, maka dia membunuhnya. Dia (Musa) berkata, “Mengapa engkau bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sungguh, engkau telah melakukan sesuatu yang sangat mungkar.”

Sehingga, dalam ayat 75, tersirat bahwa Al Khadir marah kepada Musa, disebabkan perbuatannya itu.
Dia berkata, “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa engkau tidak akan mampu sabar bersamaku?”

Maka, Musa pun merasa tidak enak hati, disebabkan oleh ketidaksabarannya yang membuat Al Khadir menegurnya keras, maka ia pun mengajukan syarat, jika ia berbuat salah/melanggar lagi, maka Al Khadir boleh menjatuhkan hisab/hukuman atas kesalahannya itu.

Lihatlah dalam ayat 76:
Dia (Musa) berkata, “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu setelah ini, maka jangan lagi engkau memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya engkau sudah cukup (bersabar) menerima alasan dariku.”

Ayat ini menunjukkan bolehnya meng-iqob/menghukum diri supaya kita lebih disiplin. Dan juga orang yang bersalah, lebih patut untuk menunjukkan bahwa dia bersalah dan harus berusaha memperbaiki salahnya.

Lalu...ayat 77:
Maka keduanya berjalan; hingga ketika keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka berdua meminta dijamu oleh penduduknya, tetapi mereka (penduduk negeri itu) tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dinding rumah yang hampir roboh (di negeri itu), lalu dia menegakkannya. Dia (Musa) berkata, “Jika engkau mau, niscaya engkau dapat meminta imbalan untuk itu.”

Dari penjelasan yang diuraikan dari hadits Rasulullah saw, marilah kita petakan dalam benak kita kilas balik tentang perjalanan Musa dan Al Khadir.

Musa, dalam kondisi sudah berjalan jauh dan lelah, bekalnya (ikan dalam wadah) yang dibawanya hilang sehingga mereka kelaparan. Namun, dia tetap meneruskan pencariannya untuk bertemu Al Khadir di tempat ikan tersebut menghilang.
Setelah bertemu, dia kemudian meminta izin kepada Al Khadir untuk belajar kepadanya.

Al Khadir menerimanya dengan syarat tadi, yaitu harus sabar,tidak boleh bertanya, sampai ia menjelaskannya kepada Musa. Lalu mereka berjalan bersama di pinggir laut, menumpang sebuah perahu, dan Al Khadir melubanginya. Musa merasa kaget dan tanpa sengaja ia melupakan syarat yang ditetapkan Al Khadir. Musa protes, sehingga Al Khadir mengingatkannya pada kesalahannya, yaitu bertanya.
Lalu, mereka melanjutkan perjalanan lagi.

Di perjalanan ini, mereka menemukan seorang anak kecil, dan Al Khadir membunuhnya. Lagi-lagi, Musa protes dan Al Khadir sedikit menegaskan kesalahan Musa. Dan Musa pun mengaku salah dan menetapkan iqob/hukuman jika ia melanggar aturan lagi.

Selanjutnya, mereka berjalan lagi, dalam keadaan letih dan lapar, namun penduduk kampung yang dijumpainya enggan menjamu mereka. Lalu, mereka menemukan rumah yang sudah hampir roboh di kampung tersebut dan dia (maksudnyaAl Khadir) memperbaikinya, sedangkan Musa tidak membantu. Namun setelah itu Musa mengomentari Al Khadir dengan kalimat, "jika engkau mau, kamu dapat minta imbalan untuk usahamu membetulkan dinding rumah itu."
Maksudnya, kalau Al Khadir dapat imbalan, maka dapatlah mereka membeli makanan.

Ayat-ayat ini mengandung makna tersirat bahwa, Menuntut ilmu pada umumnya BUTUH HARTA (mereka kelaparan dan kehabisan harta). Membutuhkan pengorbanan.

Ayat 77 ini juga menyiratkan bahwa penuntut ilmu TIDAK MENUNJUKKAN KEDUDUKANNYA pada masyarakat umum yang tak mengenalnya.

Kan, bisa saja, andai Musa dan Al Khadir menyampaikan kepada penduduk kampung bahwa mereka adalah Nabiyullah, bisa jadi saja penduduk di kampung tersebut akan membantu mereka.

Astaghfirullah, jadi catatan juga buat kita bersama, terutama saya, untuk tidak show off the social status, di hadapan orang awam, apalagi di komunitas yang kita baru di dalamnya, kecuali dengan alasan yang dibenarkan/syar'i untuk kemaslahatan bersama.

So, pointnya TETAP RENDAH HATI dan MERENDAHKAN DIRI DI HADAPAN ILMU.

Selanjutnya, di ayat 78 ending dari kebersamaan Musa dan Al Khadir.
Dia berkata, “Inilah perpisahan antara aku dengan engkau; aku akan memberikan penjelasan kepadamu atas perbuatan yang engkau tidak mampu sabar terhadapnya.

Disebabkan Musa lagi-lagi menyalahi kesepakatan/aturan yang ditetapkan oleh Al Khadir, maka... akhirnya Al Khadir meng-iqob Musa atas perbuatannya itu.
Namun, sebelum berpisah, Al Khadir memberikan penjelasan kepada Musa perihal apa-apa yang tadi dikomplainkan Musa dalam perjalanan mereka.

Selanjutnya....
Insya Allah di postingan berikutnya, yaa..

Allahu a'lam bisshowab.
Semoga bermanfaat. Baarokallahu fiikuma jamii'an.

Ditulis di Gombak, 230219

Tidak ada komentar: